Para ahli ma’rifat
memberi tafsiran yang beragam terhadap kalimat
laa ilaaha illa Allah. Pertama, dalam pandangan Ibn Abbas r.a., laa ilaaha illa Allah bermakna tidak ada
yang bisa memberikan manfaat, tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya, tidak
ada yang dapat memuliakan, tidak ada yang dapat menghinakan, tidak ada yang
dapat memberi dan tidak ada pula yang menolak selain Allah.
Kedua, makna dari kalimat laa
ilaaha illa Allah yakni tidak ada yang dapat diharapkan anugerahnya, tidak
ada yang patut ditakuti siksanya, tidak ada yang patut diharapkan
perlindungannya, tidak ada yang patut dinyakini kemurahannya, tidak ada yang
patut dilaksanakan perintahnya, tidak ada yang patut dijauhi larangannya, serta
tidak ada yang dihormati kemuliaannya selain Allah.
Ketiga, kalimat laa
ilaaha illa Allah menjadi pertanda adanya ma’rifat dan tauhid dalam diri
seseorang lewat lisan yang memuji dan mengakui Penguasa Yang Agung. Jika
seorang hamba mengucapkan laa ilaaha illa Allah, berarti tidak ada
Tuhan yang memiliki kenikmatan, anugerah, karunia, kekuatan, keabadian,
keagungan, keluhuran, keperkasaan, pujian, murka, dan rida, selain Dia, Allah.
Dialah yang menguasai alam semesta ini, Pencipta generasi terlebih dahulu dan
generasi akhir zaman. Dialah yang memberikan pembalasan di hari kemudian.
Keempat, makna
dari kalimat tersebut adalah hanya kepada Allah kita berharap dan menaruh rasa
cemas. Hanya Dia yang mampu melapangkan kesempitan dan kesulitan.
Di awal
penciptaan, manusia sudah ditanya oleh Allah, “Bukankah Aku Tuhan kalian?”
Mereka menjawab, “ Ya”. Maka, Allah pun bersaksi atas mereka. Ketika manusia
datang ke dunia, mereka juga bersaksi dengan tauhid. Kesaksian tersebut juga
disaksikan oleh para Nabi dan orang – orang mukmin. Kemudian di saat ia mati
dan masuk ke dalam kubur, dua malaikat menanyakan kesaksian tersebut. Di dalam
kubur, ia bersaksi dengan kesaksian tadi. Malaikat itupun mendengar
kesaksiannya. Manakala hari kiamat tiba, iblis datang untuk meraihnya seraya
berkata, “ia termasuk pengikutku sebab ia
mengikutiku dengan melakukan maksiat”. Namun, Allah segera menjawab, “Kamu
tidak mempunyai kekuasaan atasnya. Sebab, Aku telah mendengar tauhidnya baik di
awal penciptaan maupun di akhir kehidupannya. Para Rasul mendengar hal yang
sama ketika ia berada di dunia. Dan para malaikat pun mendengarkan kesaksiannya
saat di akhir kehidupannya. Dengan begitu, mana mungkin ia termasuk
pengikutmu?! Bagaimana mungkin kamu berkuasa atasnya?! ( Wahai malaikat )
bawalah ia ke surga!