Sabtu, 21 Januari 2012

PROSES PEMBENTUKAN UU NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A.           Pendahuluan
Proses pembentukan Undang Undang No.2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Republik Indonesia adalah merupakan proses politik hukum (Reechts Politiek) yang menurut Bellefroid adalah bagian dari ilmu hukum yang meneliti perubahan hukum yang berlaku yang harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan baru kehidupan masyarakat.

Kepolisian dapat dilihat sebagai fungsi, sebagai organ, maupun sebagai proses. Fungsi kepolisian adalah bagian integral dari fungsi pemerintahan negara selalu  mengikuti kondisi dan perkembangan ketetanegaraan dan pemerintahan serta kemasyarakatan yang perwujudannya tampak dari hukum/sistim hukum yang mengatur penyelenggaraan fungsi kepolisian tersebut. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengemban fungsi pemerintahan negara Republik Indonesia di bidang kepolisian adalah organ pengemban fungsi kepolisian yang melekat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak kelahirannya.

Negara Republik Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 dan dikukuhkan keberadaannya secara yuridis konstitusional pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan ditetapkannya Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sudah menjadikan fungsi kepolisian negara sebagai prioritas program. Hal ini tampak dari proses jalannya pemerintahan negara Republik Indonesia setelah penetapan Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama (Soekarno-Hatta) pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (selanjutnya sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat), pada 19 Agustus 1945 langsung memprogramkan :
1.        Supaya susunan kepolisian pusat dipindahkan ke dalam kekuasaan pemerintah Indonesia.
2.        Polisi dan susunannya yang ada di waktu itu, tetap keberadaannya ditambah dengan pimpinan dari bekas PETA dan pemimpin rakyat.
3.        Supaya diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat.

Dengan mengacu kepada aturan peralihan Pasal I dan Pasal II yang menyatakan bahwa, Pasal I : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengatur dan menyelenggarakan kepindahan kepada Pemerintah Indonesia, dan Pasal II : Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut Undang Undang Dasar ini.

Selanjutnya segala peraturan perundang-undangan yang mengatur fungsi kepolisian yang belum ada penggantinya dapat dijadikan pedoman penyelenggaraan fungsi kepolisian, antara lain Staatsblad (Lembaran Negara 1858 No.17; kemudian Staatsblad 1918 No.125, Staatsblad 1918 No. 126; Ordonansi yang termuat dalam Staatsblad 1934 No.210 yang merupakan penyempurnaan dari Staatsblad 1918 No.125, tentang Wewenang Kepolisan.

Selanjutnya dalam UUDS RI Tahun 1950 pasal 30 ditentukan bahwa “Untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum diadakan suatu alat kekuasaan kepolisian yang diatur dengan Undang Undang”.

Dengan Dekrit 5 Juli 1959 Ketatanegaraan Republik Indonesia kembali diatur berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945, dan tahun 1961 lahir UU No.13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian (Lembaran Negara tahun 1961 No.245, Tambahan Lembaran Negara No.2289); yang menggariskan Organ Kepolisian Negera RI adalah alat negara yang berbentuk Angkatan Kepolisian RI setara dengan Tentara Nasional Indonesia (Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara).

Di era Orde Baru seteleh peristiwa G30S/PKI dimana Politik Hukum Pemerintahan Negara diarahkan untuk menerapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara murni dan konsekuen dengan Strategi Pembangunan Nasional menganut TRILOGI, yaitu :

1.        Mengupayakan Stabilitas Nasional di segala aspek kehidupan terutama bidang politik.
2.        Mengupayakan pertumbuhan ekonomi.
3.        Mengupayakan pemerataan hasil pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional masyarakat yang adil dan makmur.

Dikembangkan doktrin Dwi Fungsi ABRI sebagai Fungsi Pertahanan Keamanan dan fungsi Sospol ABRI sebagai stabilisator, dinamisator dan motivator Pembangunan Nasional. Hasil pengembangan Politik Hukum Nasional dalam rangka integrasi ABRI lahir UU Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negera RI (Lembaran Negara Tahun 1982 No.51, Tambahan Lembaran Negara No.3234) sebagaimana telah diubah dengan UU No.1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 No.3, Tambahan Lembaran Negara No.3368).

Dengan UU No.2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI (Lembaran Negara Tahun 1988 No.4, Tambahan Lembaran Negara No.3369) sebagai implikasi dari politik hukum ini maka Polri sebagai organ yang melaksanakan fungsi dan proses kepolisian tidak mandiri dan kurang profesional bahkan cenderung berwatak militeristik. Hal ini sebagai implikasi disatukannya fungsi pemerintahahan negara, pertahanan dan keamanan.

UU No.13 Tahun 1961 yang sebagai produk hukum monumental negara yang perwujudannya dibidani oleh tokoh-tokoh pejuang Polri didukung oleh Negarawan pejuang dan pendiri negara seperti Perdana Menteri Ir. H. Djuanda, Prof. DR. Supomo, Prof. DR. Djoko Soetono dan lain sebagainya relatif mandul dan diganti dengan undang undang baru tersebut di atas, sampai akhirnya terbit produk hukum baru yaitu UU No.28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 No.81, Tambahan Lembaran Negara No.3710) sebagai aktualisasi, vitalisasi dan normalisasi UU No.13 Tahun 1961 yang tidak sesuai lagi dengan kondisi ketatanegaraan setelah 36 tahun keberadaannya.

B.    Era Reformasi dan POLRI

Adalah fakta sejarah bahwa Pemerintah Rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto sejak 21 Mei 1998 berakhir karena tuntutan masyarakat yang dikenal dengan Tuntutan Reformasi secara paktis sosiologis dapat dianggap sebagai implikasi  berbagai faktor, yaitu : merebaknya tuntutan supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, disentralisasi, transparansi, akuntabilitas kehidupan bernegara dan berbangsa.

Salah satu tuntutan masyarakat/mahasiswa yang paling dominan dengan prioritas direformasi adalah ABRI dengan Dwi Fungsinya dengan memisahkan organ TNI dan POLRI dengan segala monsekuensinya dalam kehidupan ketatanegaraan. Lebih jauh tuntutan terhadap supremasi hukum berkembang pada perubahan konstitusional dengan adanya tuntutan perubahan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang selama pemerintah Orde Baru justru harus dipertahankan dengan adanya politik hukum tidak boleh dirobah oleh siapapun dan dengan cara apapun. Berbagai argumen dengan dalih hukum dikemukakan yang berkait dengan legal tidaknya perubahan UUD 1945 mulai baik secara konstitusional berdasarkan pasal 37 UUD 1945 itu sendiri yang menyatakan :

(1)     Untuk mengubah Undang Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2)     Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.

Selain alasan juridis konstitusional juga dikemukakan alasan historis pembentukan maupun penetapan UUD 1945, dimana disusun dan ditetapkan oleh Badan Penyidik usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) maupun Pidato Presiden Pertama Ir. Soekarno setelah ditetapkan PPKI yang menyimpulkan bahwa Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah UUD Kilat yang pada waktunya yang tepat dapat diperbaiki.

Dengan demikian perubahan undang undang yang mengatur penyelenggaraan fungsi Kepolisian sebagai fungsi Pemerintahan Negara Republik Indonesia di era reformasi adalah berdasarkan perubahan konstitusi yang proses politik hukumnya dilaksanakan secara demokratis legalistik dengan menampung aspirasi masyarakat (buttom up), sehingga MPR sebagai Lembaga Negara tertinggi pelaksana kedaulatan rakyat melaksanakan perubahan pasal-pasal Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan mengacu pada pasal 37, dengan tetap menganut azas bahwa Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah merupakan Pokok Kaedah Negara yang Fundamental yang digariskan oleh pendiri Negara sebagai penjabaran teks Proklamasi 17 Agustus 1945 karena itu merupakan Staats idee (ide Negara) yang berisi dasar Negara Pancasila yang tidak boleh dirubah oleh siapapun dan dengan cara apapun, kalau dirubah berarti bubar Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

C.    Latar Belakang Pembentukan UU Nomor 2 Tahun 2002

1.    Konfigurasi perpolitikan Orde Baru sampai hasil Pemilu 1997 adalah tidak demokratis, tumpuan kekuasaan dan kekuatan di tangan Presiden Soeharto dengan menguasai ABRI, GOLKAR dengan Birokrasi Pemusatan Kekuasaan dilakukan untuk Stabilitas Nasional sebagai prasyarat kelancaran Pembangunan Ekonomi.
       Moh. Mahfud MD (1998 : 317) mengatakan : Periode Orde Baru (1966–1998) menampilkan Konfigurasi Politik non demokratis. Dengan catatan pada awal pengalamannya ada toleransi bagi penampilan Konfigurasi Politik yang demokratis.

2.    Bacharudin Jusuf Habibie mengganti Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden, legitimasinya berdasarkan Pasal 8 UUD 1945 : “Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”.

Dicanangkan dimulainya Era Kebangkitan Demokrasi, memperbesar peluang partisipasi rakyat dalam kehidupan politik melalui organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
Diagendakan percepatan Pemilu pada 1999 dan MPR hasil pemilu tersebut memilih KH. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI ke-IV dan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden RI. Hasil Pemilu 1999 dianggap lebih demokratis dan diakui legitimasinya berdasarkan undang-undang dibidang politik yang baru, yaitu UU No.2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No.3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR-DPR-DPRD.

Era kepemimpinan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri diupayakan untuk melaksanakan tuntutan masyarakat untuk reformasi POLRI yang dicanangkan dalam 3 pilar, yaitu :
1)    Reformasi Instrumental
2)    Refoemasi Struktural
3)    Reformasi kultural
yang disusun dalam Buku Biru Reformasi POLRI mulai 1999.

3.    Pada 1 Juli 2000 dikeluarkan Keputusan Presiden RI No.89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kelanjutan kebijakan Pemerintah yang telah memisahkan pelaksana fungsi Keamanan dilaksanakan oleh organ POLRI dan fungsi Pertahanan oleh Organ TNI sejak 1 April 1999. Untuk terpeliharanya ketertiban dan keamanan masyarakat serta kepastian hukum, dan untuk meningkatkan integritas dan kemampuan profesional POLRI, maka POLRI ditempatkan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Upaya pemisahan ini dilakukan secara bertahap yang akhirnya akan dilakukan dengan perubahn Undang Undang, terutama setelah ada kesepahaman dengan pihak legislatif. Dalam Kepres ini ditetapkan antara lain :
a.        POLRI adalah lembaga pemerintah dengan tugas pokok menegakkan hukum, ketertiban umum, dan memelihara keamanan dalam negeri;
b.        POLRI berkedudukan langsung di bawah Presiden;
c.        POLRI dipimpin oleh Kapolri bertanggung jawab kepada Presiden;
d.        Kapolri berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam urusan Yustisial, dan dengan Departemen Dalam Negeri dalam urusan Ketentraman dan Ketertiban Umum;
e.        Ketentuan tentang susunan dan tanda pangkat POLRI dirubah, dan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Kapolri;
f.         Menyiapkan Rancangan Undang-Undang pengganti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak ditetapkan Keputusan Presiden ini.

4.    Dalam pada itu Sidang Umum MPR tanggal 18 Agustus 2000 telah memutuskan 2 (dua) ketetapan mengenai ABRI (TNI-POLRI) :
1)    TAP VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI dengan pertimbangan antara lain untuk pelaksanaan demokratisasi di masa depan, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI.
·               Penggabungan TNI-POLRI dalam ABRI terjadi kerancuan dan tumpang tindih antara peran dan fungsi TNI sebagai kekuatan pertahanan negara dengan peran dantugas POLRI sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat.
·               Peran sosial politik dalam Dwi Fungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dengan POLRI yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi di dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Atas pertimbangan tersebut maka diputuskan ketetapan :
a)        TNI dengan POLRI secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
b)       TNI adalah alat negara yang berperan dalam Pertahanan Negara, POLRI adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, TNI dan POLRI harus bekerja sama dan saling membantu.
c)        Peran TNI dan peran POLRI ditetapkan dengan TAP MPR; Hal-hal yang menyangkut TNI dan POLRI secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam undang-undang secara terpisah.

2)    TAP MPR No.VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI dengan konsidera pertimbangan :
·               Diperlukan sistem pertahanan dan keamanan negara RI yang berwawasan Nusantara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia guna mencapai tujuan nasional.
·               Pertahanan dan Keamanan NKRI merupakan bagian tak terpisahkan dari Ketahanan Nasional dengan menghimpun, menyiapkan dan mengerahkan kemam-puan nasional yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan dasar.
·               Diperlukan TNI sebagai alat negara yang berperan utama menyelenggarakan pertahanan negara, dan POLRI diperlukan dalam kehidupan amsyarakat sebagai aparat keamanan dan ketertiban yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum.
·               Seiring dengan proses demokratisasi dan globalisasi serta menghadapi tuntutan masa depan, perlu peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat pertahanan dan aparat keamanan melalui penataan kembali peran TNI dan peran POLRI.
·               Bahwa telah dilakukan pemisahan secara kelembagaan yang setara antara TNI dengan POLRI.

maka diputuskan ketetapan pada Baba II Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara lain :

a)    Peran
POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang untuk menjalankan peran tersebut, POLRI sebagai organ wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional.

b)    Susunan dan Kedudukan
·         Merupakan kepolisian nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.
·         POLRI berada di bawah Presiden.
·         POLRI dipimpin oleh Kapolri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan pesetujuan DPR.
·         Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

c)     Lembaga Kepolisian Nasional
·         Presiden dibantu Lembaga Kepolisian Nasional  dalam menetapkan arah kebijakan POLR.
·         Lembaga Kepolisian Nasional dibentuk oleh Presiden yang diatur dengan Undang-Undang.
·         Lembaga Kepolisian Nasional memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian kapolri.

d)    Tugas bantuan POLRI
·         Dalam keadaan darurat POLRI memberikan bantuan kepada TNI yang diatur dalam Undang-Undang.
·         POLRI turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional  sebagai anggota International Criminal Police Organization – Interpol.
·         POLRI membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (Peace Keeping Operation) dibawah bendera PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).

e)    Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara
·         POLRI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
·         Anggota POLRI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan POLRI dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui MPR paling lama sampai tahun 2009.
·         Anggota POLRI dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas kepolisian.

f)     Ketentuan sebagaimana dimaksud oleh ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang.

5.    Pemerintahan Presdien Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berlangsung dari 20 Oktober 1999 (TAP MPR-RI NO.VII/MPR/1999) sampai dengan 23 Juli 2001 (TAP MPR-RI NO.II/MPR/2001) diganti oleh Megawati Soekarnoputri dengan TAP MPR-RI NO.III/MPR/2001; Proses pembentukan UU No.2/2002 tentang POLRI pada dasarnya dimulai pada masa masa pemerintahn Gus Dur dengan dilanjutkan oleh Pemerintahan Presiden Megawati. Tema sentral perubahan diarahkan untuk :
a.     Menghasilkan produk hukum nasional yang mampu mengatur tugas lembaga pemerintahan dan pembangunan nasional itu sendiri, yang harus didukung oleh aparatur hukum yang bersih, berwibawa, penuh pengabdian, sdar dan taat hukum, mempunyai rasa keadilan sesuai dengan kemanusiaan, profesional, efisien, efektif yang dilengkapi sarana prasarana hukum secara optimal.

b.    Pembentukannya diselengarakan melalui proses secara terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dapat menghasilkan produk hukum sampai tingkat peraturan pelaksanaan. Untuk itu perlu pula diadakan ketentuan yang memenuhi nilai filosofi yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat dan nilai yuridis sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta nilai politis yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam pembangunan hukum.

c.     UU No.28/1997 tentang Kepolisian Negara RI perlu diganti untuk memenuhi tuntutan masa kini, maupun masa datang agar mampu mendukung pelakanaan fungsi tugas, wewenang, hak dan kewajiban serta tanggung jawab Polri.

D.    Pokok-Pokok Konsepsi RUU Polri

1.    Landasan Hukum (Proses Hukum)

a.     Instruksi Presiden  No.2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dengan ABRI menjadi landasan formal bagi reformasi Polri.
b.    Keputusan Presiden No.89 Tahun 2000, tentang Kedudukan Polri, dinyatakan langsung dibawah Presiden.
c.     TAP VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Peran Polri
d.    TAP VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
e.     Meskipun berlakunya setelah Pemilu 2004, namun pada perubahan kedua UUD 1945 (pada Tahap II); pada BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA Pasal 30 digariskan; (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan Rakyat Semeste oleh TNI dan Polri sebagai ekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung; (2) Kepolisian Negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum; (5) Susunan dan kedudukan TNI dan Polri, hubungan kewenangan TNI denagn Polri dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan Undang-Undang.
f.     Undang-Undang Kepolisian disusun mencakup pokok-pokok konsepsi kepolisian meliputi :
1)    Tujuan
2)    Landasan idiil filosofis
3)    Kedudukan dan susunan
4)    Fungsi, tugas, dan asas-asas pelaksanaan tugas
5)    Wewenang dan tanggung jawab
6)    Pembinaan profesionalisme dan hubungan-hubungan yang kesemuanya itu harus bersumber pada Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara maupun UUD 1945 sebagai konstitusinya serta aspirasi yang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat.

2.    Tujuan Polri

Menjamin ketertiban umum dan tegaknya hukum serta terbinanya keamanan dan ketentraman masyarakat, pada gilirannya mendukung tujuan nasional bangsa Indonesia.

3.    Landasan idiil Filosofis Polri
Pancasila yang dijabarkan oleh TRIBRATA dan CATUR PRASETYA

4.    Kedudukan dan Susunan Polri

a.     Polri adalah alat negara yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang kepolisian preventif, preemtif dan represif dalam rangka Criminal Justice System.
b.    Polri adalah alat negara yang melaksanakan pemeliharaan keamanan dalam negeri.
c.     Polri berkedudukan langsung dibawah Presiden, dimana Kapolri diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
d.    Polri merupakan kepolisian nasional merupakan kesatuan yang utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e.     Pembagian daerah hukum Polri disusun menurut keperluan pelaksanaan tugas Polri yang diusahakanharmonis dengan pembagian wilayah adminsitrasi pemerintahan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mewujudkan keselarasan dengan kompetensi unsur Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) atau bentuk-bentuk hubungan instansi lainnya dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
f.     Susunan Polri ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Kapolri.
g.    Polri dipimpin oleh kapolri yang menetapkan dan mengendalikan kebijaksanaan teknis kepolisian sesuai dengan Kebijakan Presiden dengan memperhatikan saran dari Lembaga Kepolisian Nasional.

5.    Fungsi Kepolisian Nasional Republik Indonesia

a.     Fungsi dimensi yuridis
1)    Fungsi Kepolisian Umum, yang dilaksanakan oleh Polri sebagai Lembaga Pemerintahan.
2)    Fungsi Kepolisian Khusus, yang merupakan tugas administrasi khusus sesuai dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya yang dibedakan atas :
·         Fungsi Kepolisian Yudikatif, khusus mengawasi menegakkan tindakan-tindakan yudikatif.
·         Fungsi Kepolisian Administratif, khusus mengawasi menegakkan tindakan-tindakan administratif.

b.    Fungsi kepolisian dalam dimensi Sosiologis, yaitu berupa rumusan fungsi kepolisian yang diemban  oleh badan-badan yang secara swakarsa dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam tata kehidupan masyarakat.

6.    Tugas Polri

Pola perumusan tugas dengan lingkup :
a.        Melaksanakan fungsi kepolisian umum baik bidang preventif maupun represif.
b.        Melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap PPNS berdasarkan UU No.8/1981 dan perundang-undangan lain.
c.        Membina dan mengawasi pelaksanaan fungsikepolisian khusus yang diemban oleh alat/badan pemerintah yang mempunyai kewenangan kepolisian terbatas berdasarkan Undang-Undang.
d.        Membina kemampuan dan kekuatan serta melaksanakan fungsi penertiban dan penyelamatan masyarakat dalam rangka mengembangkan sistem kamtibmas yang bersifat swakarsa.
e.        Melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh peraturan perundang-undangan.

7.    Asas-asas Pelaksanaan Tugas :
a.     Asas legalitas
b.    Asas kewajiban
c.     Asas partisipasi
d.    Asas preventif
e.     Asas subsidiaritas

8.    Wewenang Polri

a.     Didasarkan pada teori kedaulatan yang menjadi sumber kewenangan pemerintahan negara oleh Presiden yang didelegasikan kepada Kapolri, yaitu wewenang penagakan hukum yang dilaksanakan sesuai asas legalitas sebagai konsekuensi negara Indonesia adalah Negara Hukum.

b.    Lingkup wewenang dibatasi oleh lingkungan  kuasa hukum, yaitu :
1)    Lingkungan kuasa soal-soal (zaken gebied), yang termasuk kompetensi hukum publik.
2)    Lingkungan kuasa orang (personen gebied) yang terjangkau oleh ketentuan perundang-undangan yang mengatur hukum acara atau prosedur dilakukannya tindakan kepolisian.
3)    Lingkungan kuasa waktu (tjid gebied), yakni lingkup batas waktu yang diatur dalam ketentuan UU tentang tindakan kepolisian dengan ketentuan UU tentang kadaluarsa masalah tertentu.
4)    Lingkungan kuasa tempat/ruang (ruimte gebied), yaiu lingkup berlakunya hukum nasional publik dan hukum internasional publik, serta hukum adat di suatu daerah/wilayah atau lokasi tertentu.

9.    Tanggung jawab anggota Polri

a.     Pertanggungjawaban secara Hukum Disiplin
b.    Pertanggungjawaban secara Hukum Perdata
c.     Pertanggungjawaban secara Hukum Tata Usaha Negara
d.    Pertanggungjawaban secara Hukum Pidana

Perlu dirumuskan secara jelas agar terjaminkepastian hukum dan perlindungan bagi anggota Polri.

10.   Administrasi  dan Pembinaan Personil
a.    Sebagai lembaga terbuka menerima setiap warga negara menjadi anggota
b.    Anggota Polri dipersenjatai
c.    Bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan tunduk pada peradilan umum.

11.   Pembinaan Profesi dan Sumber Daya
Pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian berkaitan dengan hak dan kewajiban setiap warga negara, karena itu memerlukan kemampuan teknis yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan serta pengalaman.
Untuk memperkokoh profesi dan sumber daya kepolisian perlu dirumuskan kebijaksanaan teknis kepolisian yang mengatur dan mengikat seluruh unsur-unsur pengamban fungsi kepolisian, baik pengemban fungsi kepolisian umum (Polri) maupun pengemban kepolisian khusus, dan pengemban fungsi kepolisian sosiologis yang tumbuh dan berkembang dalam tata kehidupan masyarakat.

12.   Hubungan dan Kerjasama
a.     Dalam Negeri.

1)    Selaku alat negara penegak hukum, terutama dalam rangka sistem peradilan pidan terpadu (Integrated Criminal Justice System).
2)    Selaku aparatur negara yang berperan dalam kamdagri melaksanakan hubungan dalam rangka :
a)    Penyidikan perkara koneksitas
b)    Pelaksanaan binkamtibmas bersama-sama dengan instansi lainnya
c)     Pelaksanaan operasi kepolisian
d)    Pelaksanaan bantuan satuan-satuan TNI bagi pelaksanaan tugas kepolisian
e)    Pelaksanaan bantuan satuan-satuan TNI bagi Polri dalam keadaan darurat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3)    Selaku kordinator dan pengawasan PPNS dan alat-alat yang mengemban fungsi kepolisian terbatas.

4)    Selaku inti kekuatan kamtibmas dengan instansi pemerintah dan non pemerintah dalam rangka penjagaan kemampuan pembinaan potensi masyarakat untuk menumbuhkan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap kamtibmas.

b.    Dalam Negeri

Berkaitan dengan keikutsertaan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta kecenderungan adanya peningkatan ancaman, terhadap ketertiban dunia seperti kejahatan internasional, sehingga dengan demikian Indonesia ikut serta dalam pemberantasan kejahatan internasional. Maka pengembangan dan pemantapan keanggotaan Polri pada Interpol dan hubungan kerja baik multilateral maupun bilateral dengan berbagai negara semakin perlu dilaksanakan dan sepanjang yang menyangkut kewenangan Polri. Hal itu perlu dirumuskan dalam RUU pengganti tentang Polri yang menjamin kepastian hukum bagi pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut.

E.    Proses Pelaksanaan Pembahasan RUU

1.    Disampaikan kepada Presiden dengan amanat Presiden Nomor 31/2000, tanggal 7 Desember 2000.

2.    Pembahasan selesai dengan pengambilan keputusan dilaksanakan pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 10 Desember 2001.

3.    Diundangkan pada 8 Januari 2002 oleh Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia.

4.    Dalam pembahasan Anggota Pansus DPR telah mengajukan 233 nomor Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), hal ini menunjukkan adanya tekad anggota Dewan untuk menghasilkan produk legislatif yang baik, dapat dipertanggungjawabkan, serta tetap valid untuk jangka waktu yang relatif cukup lama. Walaupun demikian banyaknya DIM dan banyak juga DIM yang pembahasannya alot namun dapat diselesaikan sesuai rencana kerja yang dijadwalkan, dimana Pansus telah menyelesaikan tugasnya pada 18 Oktober 2001 yang ditandai penandatanganan bersama oleh Ketua Pansus RUU Kepolisian, Menteri Kehakiman dan HAM, serta oleh Kapolri. Walaupun rencan pengambilan keputusan oleh sidang Paripurna DPR yang semula direncanakan 28 Oktober 2001 tetunda hingga 10 Desember 2001, berhubung adanya surat pemintaan penundaan dari Fraksi PDI Pejuangan untuk adanya penyempurnaan pada tanggal 6 Desember 2001.

5.    Secara umum perbedaan yang signifikan antara Undang-Undang baru dibandingkan dengan Undang-Undang No.28/1987 (yang lama) dapat dikemukakan beberapa hal :
a.        Polri secara kelembagaan terpisah dari TNI, sehingga tuntutan masyarakat agar Polri berwajah sipil (civilian police) pada suatu masyarakat madani dapat terwujud.
b.           Polri berkedudukan di bawah Presiden.
c.    Pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, dengan maksud agar institusi Polri tidak dijadikan alat kontrol bagi penguasa, alat kekuasaan kepentingan politik Presiden.
d.         Dibentuknya Komisi Kepolisian Nasional agar upaya mewujudkan Polri yang berwajah sipil, mandiri, profesional, modern, bersih dan taat pada asas hukum yang menjadi landasan hukum kewenangannya, didukung dan diawasi oleh suatu lembaga yang independen yang bebas dari berbagai kepentingan. Melalui lembaga ini masyarakat juga diberi keleluasaan menyampaikan keluhan atas kinerja kepolisian serta memberi saran perbaikan dan juga berwenang memberi pertimbangan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri, sehingga Kapolri tidak dijadikan alat kepentingan kekuasaan Presiden.
e.        Polri tunduk pada sistem peradilan umum, dengan demikian pengawasan kinerja institusi dan anggota Polri dilakukan oleh sistem kontrol sosial yaitu pengawasan langsung oleh rakyat serta Polri mempunyai kedudukan yang sama dengan masyarakat di hadapan hukum, dengan demikian penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan.
f.         Tugas Polri secara tegas ditetapkan yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, dimana ketiga tugas tersebut dilaksanakan secara simultan dengan bobot kepentingan yang sama, sedangkan prioritas dilakukan hanya dengan memperhatikan jenis gangguan keamanan yang dihadapi. Urutan penulisan ketiga pokok tersebut dilaksanakan secara universal oleh kepolisian dunia dengan mengedepankan fungsi perlindungan dan pelayanan dengan motto Kepolisian  “to serve and to protect .
g.        Usia pensiun anggota Polri maksimal 58 tahun dan dapat diperpanjang sampai 60 tahun bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan oleh Polri, dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja Polri dalam rangka melindungi dan melayani masyarakat baik secara kuantitas maupun kualitas, dan demi mempertahankan dan mencapai rasio Polri yang ideal mendekati 1 : 500.

F.    Komentar-komentar Khusus Anggota Pansus dalam Proses Pembahasan

1.    Dengan undang-undang ini ada persepsi yang menyatakan bahwa Polri adalah superbody, mengingat luasnya kewenangan yang diberikan kepada Polri mencakup regulator dan operator dalam penegakan hukum.

2.    Berkembang wacana perlunya Undang-Undang Keamanan Negara yang penyelenggaranya satu kementerian, sehingga seperti upaya pertahanan yang diatur dengan Undang-Undang Pertahanan Negara yang diselenggarakan oleh Menteri Pertahanan. Perdebatan mengenai hal ini sangat alot, bahkan ada usul untuk tetap disatukannya Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan Negara.

3.    Lembaga Kepolisian Nasional yang merupakan Komisi Kepolisian Nasional diinginkan oleh beberapa Anggota Pansus menitikberatkan pada pengawasan fungsi kepolisian sebagaimana peranan Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan. Padahal dalam RUU komisi ini dimaksudkan adalah sebagai pengganti peran kementerian dalam rangka membantu Presiden.

4.    Kewenangan menyelenggarakan registrasi identifikasi kendaraan bermotor serta kewenangan memberikan Surat Ijin Mengemudi sangat alot dalam pembahasan, mengingat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya menentukan bahwa penyelenggaraannya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Hal ini dikhawatirkan berseberangan dengan fungsi Kementerian Perhubungan.