SEJARAH
“ PELOPOR ”
KORPS BRIMOB POLRI
BAB I
PENDAHULUAN
Esensi penulisan sejarah adalah untuk merekonstruksi peristiwa yang telah lampau. Dengan begitu, maka peristiwa lampau itu dapat diketahui sehingga kita dapat memetik hikmah dari peristiwa tersebut. Mengapa? Peristiwa lampau ternyata telah memberikan pelajaran kepada manusia tentang aneka persoalan, baik yang berkaitan dengan persoalan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun kenegaraan. Sejarah telah menuntun dan mengajar manusia tentang keberhasilan, kejayaan, kegagalan, dan kehancuran. Kesemuanya itu, merupakan tonggak – tonggak peringatan bagi kita, agar perjalanan yang masih panjang dan masih jauh dapat ditempuh dan dilewati dengan lancar dan selamat. Dengan demikian, sejarah sangat besar kegunaannya bagi kehidupan.
Seringkali orang lupa atau melupakan sejarah, dan bahkan beranggapan bahwa sejarah itu tidak ada gunanya, karena hanya melihat masa lalu. Sejarah ibarat orang yang berjalan mundur, padahal zaman kini orang lebih memilih berbicara masalah ekonomi, politik, dan globalisasi untuk kejayaan dan kesuksesan masa depan. Orang yang bersikap demikian itu berarti bahwa mereka tidak mengetahui dirinya sendiri, sebagai apa, darimana, akan kemana, dan untuk apa. Sebenarnya, sejarah memiliki fenomena waktu yang tidak dimiliki oleh disiplin ilmu lain, yakni masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Justru dari itu, disiplin ilmu lain yang membutuhkan sejarah karena ingin diketahui masa lampaunya.
Bagi sejarah Indonesia pada semua periode, sudah jelas terlihat bahwa hikmah, makna, dan nilai yang ada di dalamnya memiliki kegunaan yang sangat besar bagi negara Indonesia. Sebagai media komunikasi dan media pewarisan nilai, maka sejarah perjuangan bangsa perlu dikembangkan, termasuk di dalamnya sejarah ” PELOPOR “ Polri.
Bila disimak secara seksama perihal periode keberadaan dan perjalanan PELOPOR Polri, cukup banyak manfaat, hikmah, dan nilai – nilai yang dapat dipetik darinya. Ketika situasi keamanan dalam negeri terus bergejolak dan semakin memuncak pada masa Revolusi Fisik ( 1945 – 1949 ), ketika berbagai pemberontakanbermunculan dan bahkan ingin menggulingkan pemerintahan yang sah pemerintah Republik Indonesia, maka pada saat itulah PELOPOR Polri ( yang semula bernama Ranger ) lahir, hadir , dan langdung berjuang. PELOPOR ( Ranger ) adalah satuan khusus milik Brimob Polri dalam bentuk tim kecil, tetapi memiliki kualitas cukup bagus dan handal dalam meredam berbagai pergolakan ( pemberontakan ) di dalam negeri.
Sangat disayangkan, jika keberadaan dan perjuangan PELOPOR Polri itu tidak diketahui oleh generasi muda, terlebih lagi oleh insan Polri, khususnya Brimob.
Jika dilihat rentang waktu keberadaan PELOPOR, ada 3 ( tiga ) masa yang perlu disimak. Pertama, ketika bermunculan aneka pemberontakan di dalam negeri, maka PELOPOR dibutuhkan dan kemudian dilahirkan oleh Pemerintah. Hal ini berlangsung sekitar rentang waktu 1956 – 1972. Kedua, ketika situasi dalam negeri terlihat “aman”, maka PELOPOR dikembalikan melebur ke Brimob. Masa ini berlangsung antara 1973 – 1995. Ketiga, sesuai dengan kebijakan pimpinan ABRI bahwa di dalam penanganan kemanan dalam negeri maka perlu dibentuk kembali Brimob berkemampuan Pelopor.
BAB II
BERDIRINYA SEKOLAH PENDIDIKAN MOBILE BRIGADE
( SPMB )
A. SITUS WATUKOSEK
P
|
emilihan porong – watukosek sebagai tempat latihan dan pendidikan khusus Brigade Mobil, selain didasarkan pada pertimbangan faktor georafis, alam, iklim, cuaca, ekonomi, finansial, keamanan dan psikologis, juga terutama didasarkan pada pertimbangan historis. Bahwa ada nilai – nilai pewarisan sejarah perjuangan prajurit – prajurit Bhayangkara. Mereka merupakan pagar Kedhaton Airlangga dan Majapahit dalam memberantas kezaliman, kelaliman, dan menegakkan keadilan dengan memandang panji – panji kebesaran persatuan nusantara.
Sejarah perjuangan prajurit – prajurit Bhayangkara diawali oleh seorang Parampara Raja bernama Mpu Sindok. Beliau memindahkan pusat pemerintahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada awal abad X. Hal ini dilanjutkan dengan sejarah perjuangan kerakyatan dari Dinasti Rajasa, yang kemudian diteruskan oleh Dinasti Wijaya menuju puncak kejayaan dan kemegahan Kerajaan Majapahit, Wilwatikta, dan ditopang oleh keperkasaan dan kesetiaan seorang abdi atau kawularaja bernama Gadjah Mada.
Ditillik dari latar belakang sejarahnya, tempat ini merupakan tempat penggemblengan para prajurit Bhayangkara semenjak dahulu hingga sekarang. Tempat penggemblengan prajurit ini sekaligus merupakan tempat pengasahan senjata – senjata tajam pada waktu dulu. Tempat ini pula merupakan tempat yang sekaligus menjadi ajang pemupukan keahlian atau kemahiran persenjataan modern pada masa sekarang. Dengan demikian, nama Watukosek memadai untuk dilestarikan. Watu berarti batu dan kosek berarti asah. Dimanakah letak persis batu itu sekarang? Di samping batu asli berada di makam Watukosek, Watulantai dalam bentuk dan ukurannya sebagaimana adanya dapat diperkirakan pula sebagai salah satu induknya. Watulantai terletak persis di ujung Gunung Perahu bagian atas. Sampai sekarang, oleh penduduk sekitarnya, peninggalan sejarah ini dianggap keramat.
Di samping ada batu – batu asahan senjata di sekitar Watukosek, terdapat nama – nama desa. Nama – nama desa itu selain bernuansakan sejarah, juga melambangkan adanya garis perjuangan yang penuh dengan syarat – syarat yang mengandung hakikat keprajuritan seperti Curah Banteng, Kunjoro, Kunjorwesi ( penjara besi ), Watesnegoro, dan Manduro Manggung Gajah. Semua ini merupakan perlambang pengabdian orang – orang Madura sebagai Kawularaja, yang rela berkorban dalam mendirikan dan membangun kerajaan Majapahit yang besar.
Nilai – nilai sejarah seperti itulah yang sebenarnya dapat dipetik hikmahnya oleh lembaga ini. Dengan Sampana Padma Widya Cakti diteruskan perjuangan yang dilandasi oleh jiwa patriotis Bhayangkara Brigade Mobil, disertai juga penjabaran asas Dwi Warna Purwa Cendekia Wusana dalam Pola Didik Bhirawida sebagai Catur Daya Cakti Lembaga, yaitu : Budhi, Raga, Widaya, dan Dharma.
B. AWAL PEMBENTUKAN
Dengan kembalinya beberapa kader Mobile Brigade yang telah menyelesaikan pendidikan kemiliteran di luar negeri, dengan order Kepala Bagian Inspeksi Mobile Brigade dibentuk sebuah panitiapendidikan, yang khusus diberi tugas untuk merencanakan usaha meninggikan mutu Mobile Brigade sebagaimana diperintahkan dalam Nota Kepala Kepolisian Negara kepada Bagian Inspeksi Mobile Brigade tanggal 21 Agustus 1953 No. 21 / 8 / X.
Panitia pendidikan dengan suratnya kepada Kepala Inspeksi Mobile Brigade berturut – turut tanggal 2 September 1953 No. 9 / Panitia Pend. / 53; 4 September 1953 No. 10 / Panitia Pend. / 53; dan 3 Nopember 1953 No. 22 / Panitia Pend. / 53 berpendapat bahwa satu – satunya jalan untuk meningkatkan mutu Mobile Brigade adalah mendirikan sentral pendidikan yang merupakan aanvulling dari pusat pendidikan yang sudah ada. Pusat pendidikan yang sudah ada itu adalah Sekolah Polisi Negara Sukabumi. Cabang – cabang pendidikannya ada di provinsi – provinsi. Di lembaga ini para anggota Mobile Brigade, khususnya para kader, mendapat kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang cara pemakaian persenjataan yang ada dalam Kepolisian. Selain itu, juga diperdalam pengetahuan taktik, teknik memimpin pasukan, dan sebagainya.
Akhirnya, usul – usul tersebut disesuaikan dengan rencana perluasan Mobile Brigade dengan 12 kompi dan disimpulkan dalam suatu usulan dari Kepala Bagian Inspeksi Mobile Brigade kepada Kepala Kepolisian Negara tertanggal 18 Januari 1954 No. Pol. 73 / 1 / 1 /Imb. Di dalamnya antara lain, dimuat rencana melengkapi Porong untuk dipakai sebagai pusat pendidikan khusus Mobile Brigade. Pada waktu kemudian, dengan surat Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia tanggal 28 Januari 1954 No. Pol. 20 / 15 / 54 /PM, berdirinya sekolah pendidikan Mobile Brigade di Porong menjadi kenyataan dengan dapat dimulainya persiapan – persiapan pembukaan sekolah tersebut.
Pada tanggal 2 Maret 1954 di Porong, dengan dihadiri oleh Kepala Bagian Inspeksi Mobile Brigade, diresmikan pembukaan pendidikan calon instruktur sebagai langkah pertama berdirinya Sekolah Pendidikan Mobile Brigade. Pendidikan ini diikuti oleh 24 orang calon instruktur, mulai dari pangkat Agen Polisi Kelas I sampai dengan Pangkat Instruktur Polisi Kelas I. Para kader yang ditunjuk untuk memberikan pelajaran kepada para calon instruktur adalah sebagai berikut :
1. Komisaris Polisi Kelas I R. Soeparto
2. Komisaris Polisi Kelas II R. Moeharam Wiratakoesoema
3. Komisaris Muda Polisi R. M. Said Soerinatagara
4. Inspektur polisi kelas I R. Muchamad Soebekti
Keempatnya telah menyelesaikan pendidikan di luar negeri .
Dengan surat tanggal 25 Maret 1954 No. Pol. 57 / I / 17 kepada Kepala Bagian Inspeksi Mobile Brigade, dikirimkan laporan tentang persiapan – persiapan pembukaan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade di Porong, terutama mengenai jalannya pendidikan para calon instruktur, usaha menyusun formasi pegawai – pegawai, pembangunan gedung – gedung, dan pembuatan lapangan – lapangan latihan.
Susunan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade semula diatur menurut Perintah Bagian Inspeksi Mobile Brigade tanggal 22 Februari 1954 No. 16 / 59 / 1954, yang kemudian diubah dengan perintah Bagian Inspeksi Mobile Brigade tanggal 26 Agustus 1954 No. 61 / 57 / 1954.
Pada akhir Mei 1954 segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan – persiapan pembukaan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade telah selesai dikerjakan. Pada tanggal 10 Juni 1954 dalam upacara yang dihadiri oleh Kepala Kepolisian Negara, Pendidikan Angkatan I dibuka secara resmi. Pada tahun 1954 SPMB dapat menghasilkan 21 orang Komandan Kompi, 29 orang Komandan Peleton, dan 55 orang Komandan Regu. Mereka telah menyelesaikan pendidikan selama 4 ( empat ) setengah bulan dengan memperoleh ijazah.
Pada permulaan tahun 1955, kecuali pendidikan kepada kader Mobile Brigade sebanyak 27 siswa Komandan Kompi, 45 siswa Komandan Pleton, dan 114 siswa Komandan Regu, telah dilakukan percobaan mendidik 30 orang kader Perintis dari Provinsi Jawa Timur. Pendidikan Perintis berakhir pada tanggal 18 April 1955. Dengan selesainya pendidikan tersebut, Sekolah Pendidikan Mobile Brigade (SPMB ) cukup mempunyai pengalaman dan bahan – bahan untuk mendidik kader Perintis seluruh Indonesia.
C. SITUASI LINGKUNGAN SEBAGAI PENUNJANG LEMBAGA PENDIDIKAN
Sepintas lalu terlihat bahwa penempatan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade ( SPMB ) di Porong adalah suatu hal yang terjadi secara kebetulan. Akan tetapi, sebenarnya tidak demikian. Setelah pendidikan berjalan lebih dari satu tahun, dapat dirasakan bahwa penempatan SPMB di Porong adalah suatu hal yang tepat dan sesuai pula dengan maksud dan tujuan pendidikan.
Faktor – faktor yang menguntungkan dan dapat dipandang sebagai keadaan – keadaan penting yang tidak boleh dilupakan dalam menempatkan pusat pendidikan di Porong antara lain adalah sebagai berikut :
a. Keadaan masyarakat.
Sejak timbulnya Agresi Belanda I di Jawa Timur, daerah ini terkenal sebagai daerah tempat rakyatnya turut aktif dalam perjuangan melawan agresi penjajah. Dengan demikian, mau tidak mau diakui bahwa jiwa kebangsaan tebal bersemayam di dalam jiwa masyarakat.
b. Sejarah Mobile Brigade.
Jawa timur tidak dapat dilupakan karena Mobile Brigade mulai memancarkan namanya dalam kemampuannya melaksanakan tugas negara. Jasa – jasa setiap kesatuan Mobile Brigade Jawa Timur dalam memperjuangkan negara membangkitkan perasaan bangga kepada para pemuda untuk dapat diterima menjadi anggota Mobile Brigade. Hal ini sedikit banyak membawa pengaruh dalam jalannya sejarah Mobile Brigade pada khususnya dan Kepolisian pada umumnya.
c. Letak daerah sekitarnya.
Tempat yang tenang dan aman merupakan suasana yang baik bagi pendidikan. Apabila ditinjau dari hal daerah, daerah di sekitar Porong memungkinkan dapat dilakukannya bermacam – macam latihan. Hal ini menunjukkan alasan ketepatan pemilihan tempat bagi keperluan tersebut.
d. Biaya hidup.
Biaya hidup disini lebih rendah dari pada tempat lain. Hal ini tidak hanya mengurangi pengeluaran pemerintah dalam mengatur siswa, tetapi juga terutama bagi para pegawai. Hal ini pulalah yang meringankan problem ekonomi bagi semua yang terkait dengan lembaga ini.
e. Perhubungan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade merupakan sentral pendidikan bagi seluruh kader di Indonesia. Para kader mobile brigade harus menempuh jarak jauh untuk dapat mengikuti pendidikan tersebut. Dengan demikian, sudah selayaknyalah letak sentral pendidikan ini mudah dicapai, baik dengan kereta api maupun jenis transportasi yang lain. Demikian juga, pengiriman barang – barang dari Jawatan Kepolisian Negara untuk keperluan pendidikan dapat dilakukan dengan mudah.
f. Faktor lain.
Keperluan akan tanah yang luas dengan harga sewa serendah – rendahnya untuk pemenuhan pendidikan ini beserta komponen lain yang terkait di pertimbangkan. Keperluan biaya minimal Sekolah Dasar dan lanjutan bagi para anak pegawai, ongkos tenaga kerja yang murah, dan lain – lain. Semua ini terdukung oleh alasan dipilihnya Porong sebagai pusat pendidikan.
BAB III
PEMBENTUKAN
RANGER – PELOPOR
A. LATAR BELAKANG
P
|
roklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengubah Tokubetsu Keisatsu Tai menjadi satuan Polisi pejuang dengan sebutan beraneka ragam seperti Polisi Istimewa, Pasukan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa. Pada hari – hari awal kemerdekaan, ternyata satuan polisi ini merupakan tulang punggung kekuatan Republik Indonesia karena satuan militer di luar polisi telah dibubarkan karena masih dibebani tugas untuk menjaga keamanan dalam negeri sampai sekutu datang mengambil alih Indonesia dari tangan jepang. Posisi menjawab keamanan dalam negeri ini merupakan tanggung jawab besar polisi hingga seluruh perlengkapan militernya tidak diminta oleh Jepang. Kondisi dan kesempatan ini kemudian digunakan oleh satuan polisi untuk mempelopori dan mensponsori aneka pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang. Telah tercatat dalam lembaran sejarah bahwa satuan polisi berperan aktif dalam berbagai peristiwa pengambilalihan kekuasaan di berbagai kota Indonesia.
Aktivitas juang satuan polisi jelmaan Tokubetsu Keisatsu Tai terus melaju dengan nama dan seragam yang beragam. Untuk menyeragamkan dan menyatukan mereka, Kepala Muda Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan Surat Perintah No. Pol. 12 / 78 / 91 tertanggal 14 November 1946. Surat ini berisi pembentukan satuan Mobile Brigade ( Mobrig ). Meskipun secara de jure Mobrig telah hadir dan aktif sejak 14 November 1945. Dengan bentuk satuan organisasi yang terus disempurnakan ini, maka Mobrig secara aktif terus berkiprah dalam usaha bela negara melawan Belanda serta mengatasi berbagai pemberontakan di dalam negeri selama Revolusi Fisik ( 1945 – 1949 ) berlangsung.
Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, bukan berarti bahwa tugas perjuangan Mobrig berkurang. Pasca pengakuan kedaulatan, Mobrig disibukkan dengan pengamanan di dalam negeri yang terus bergolak, seperti pemberontakan Darul Islam, peristiwa Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ) di Bandung, peristiwa Andi Aziz di Makassar, peristiwa Republik Maluku Selatan, dan lain – lain. Aneka peristiwa di atas telah menunjukkan bahwa kemampuan dan profesionalisme anggota Mobrig harus ditingkatkan secara cepat. Untuk keperluan itulah, maka pada tanggal 10 Juni 1954 berdiri Sekolah Pendidikan Mobil Brigade ( SPMB ) di Porong, Watukosek , Jawa Timur.
Semenjak SPMB berdiri, maka kiprah dan gerak Mobrig dalam aneka tugas semakin meningkat. Sementara itu, kualitas dan kuantitas kekacauan dalam negeri yang berbentuk aneka pemberontakan juga terus meningkat. Satu hal yang sangat memprihatinkan Kepala Polisi dan jajarannya waktu itu adalah banyaknya korban anggota Mobrig dalam setiap tugas mereka. Untuk mengatasi sekaligus mengantisipasi hal tersebut, Kepala Polisi memerintahkan Kepala SPMB agar membentuk satuan khusus dalam bentuk kecil, namun berkualitas tinggi. Anggota Mobrig yang berkriteria ini diharapkan dapat digunakan sebagai ujung tombak untuk meredam setiap peergolakan dan pemberontakan. Dari berbagai alternatif pilihan bentuk dan nama, maka dipilihlah nama “RANGER”. Nama ini sebenarnya, merupakan satuan khusus milik Amerika.
B. PERANAN SPMB DALAM PEMBENTUKAN RANGER
Keberadaan Ranger ( yang kemudian berubah nama menjadi PELOPOR ) tidak dapat dipisahkan dari SPMB. Ibarat ibu dan anak, SPMB – lah yang menyiapkan segala – galanya untuk melahirkan Ranger. Itu berarti bahwa RANGER ( PELOPOR ) adalah anak atau produk SPMB. SPMB adalah lembaga pendidikan polisi yang bertugas menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi anggota Mobrig. Lembaga ini berkedudukan di Porong, Watukosek, Jawa Timur. Perintah Kepala Polisi Jawatan Kepolisian Negara kepada SPMB untuk membentuk Ranger merupakan bentuk kepercayaan yang harus dijunjung tinggi, meskipun pelaksanaannya tidak mudah. Hal ini disebabkan adanya berbagai keterbatasan, baik yang menyangkut dana maupun sumber daya manusianya. Di samping itu, berbagai persiapan haarus dilakukan terlebih dahulu, baik yang menyangkut personalian instruktur, sarana, bahan ajar, maupun pengetahuan – pengetahuan khusus yang belum dimiliki.
Dari sejumlah persiapan yang harus dilakukan, langkah pertama yang dilakukan oleh SPMB adalah membentuk tenaga – tenaga instruktur. Untuk membentuk instruktur yang berkualitas seperti Ranger luar negeri, SPMB menyeleksi para perwira instruktur. Yang terpillih dikirim ke luar negeri dalam rangka studi banding sekaligus belajar berbagai pengetahuan yang tidak ada di dalam negeri. Pilihan pertama tempat belajar adalah Philipina dan Jepang ( di Okinawa ). Di Philipina para peserta memperoleh pendidikan dan latihan dari para instruktur yang berpengalaman. Pilihan studi ke Pilipina terjadi karena situasi gangguan keamanan dan medan yang harus dihadapi mirip sekali dengan Indonesia. Pilihan Okinawa, Jepang terjadi karena tempat itu merupakan pangkalan Amerika Serikat terbesar di Pasifik sesudah Perang Dunia II berakhir. Di Okinawa para peserta menerima pendidikan dan latihan dari para instruktur Angkatan Darat Amerika Serikat yang berpengalaman.
Materi pendidikan yang diperoleh di kedua tempat itu dititikberatkan pada pelaksanaan perang gerilya dan antigerilya, keorganisasian, teknik operasi, taktik tugas kesatuan khusus, serta cara – cara perang urat syaraf. Dengan demikian, materi ajar yang diberikan d SPMB untuk para calon Ranger nantinya merupakan perpaduan antara materi yang ada di SPMB dengan materi yang diperoleh di Philipina dan Jepang. Guna menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman para calon instruktur Ranger di SPMB, setelah selesai mengikuti pendidikan di Philipina dan Jepang, mereka langsung dikirim ke Honolulu Police Department. Di pusat kepolisian Honolulu Hawai mereka memperoleh kesempatan praktek di bidang keorganisasian, teknik operasi, serta penggunaan fasilitas kepolisian. Dengan pengetahuan dan kemampuan yang diperolehnya itu, para calon instruktur Ranger ini diharapkan mempunyai bekal bahan ajar yang memadai dan berkualitas.
Pengiriman para instruktur SPMB ke luar negeri ini dilakukan secara bergelombang. Pengiriman ke Philipina pertama kali dimulai dengan dikirimkannya Inspektur Polisi Tingkat Satu Sutrasno, Inspektur Polisi Tingkat Satu Anwas Tanuwijaya, Ajun Inspektur Polisi Tingkat Satu Andi Abdurrachman ( kesemuanya dari SPMB ), dan beberapa perwira dari satuan Mobrig. Diantara mereka itu adalah Inspektur Polisi Tingkat Satu Sukaari, Inspektur Polisi Tingkat Satu K.E.Loemy, Inspektur Polisi Tingkat Satu Wangsadipura, dan Ajun Inspektur Polisi Tingkat Satu Sudiyatmo. Pengiriman pertama mereka merupakan persiapan awal, yang dilakukan pada tahun 1955 sampai 1956.
Setelah mereka kembali ke SPMB, segera dilakukan uji coba pembentukan Ranger Indonesia Pertama. Hal ini dilakukan dengan cara menyeleksi sejumlah anggota polisi lulusan Sekolah Polisi Negara Sukabumi. Hasil yang didapat adalah yang lulus seleksi ada 15 orang Agen Polisi Kelas Dua. Mereka itu adalah Ap. II Syakir, Ap.II M. Celceus Sukisman, Ap. II Bedjo Rahayu, Ap. II Sukardi, Ap. II Rukhiyat, Ap. II M. Alirifai, Ap.II Suhanda, Ap. II Ubeh, Ap. II Mamin Rohman, Ap. II M.Edy Kusman, Ap. II Bunjani, Ap. II Mami, Ap. II Untung Sutrisno, Ap. II Sukidjo, Ap. II Sukamto.
Kelima belas orang itu telah selesai mengikuti pendidikan Ranger angkatan pertama pada tanggal 20 Oktober 1956. Hal itu sekaligus menandai lahirnya Ranger Indonesia. Selanjutnya, mereka ditempatkan sebagai pembantu instuktur Ranger. Usaha SPMB membentuk instruktur yang berkualitas dan para pembantu instruktur secara bertahap terus dilakukan sampai kelak terbentuk kompi pertama Ranger Indonesia pada tanggal 14 September 1959 dengan sebutan Kompi 5994.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan latihan di SPMB, pemerintah RI dan Amerika Serikat bekerjasama. Kerjasama ini berupa pengiriman instruktur Ranger Amerika Serikat ke SPMB indonesia. Para, instruktur Amerika ini, kecuali memberikan masukan bagi para instruktur Ranger di SPMB, juga terjun langsung di dalam menyeleksi dan mempersiapkan pengiriman para perwira kepolisian RI ke luar negeri. Para perwira atau bintara yang akan dikirimkan ke luar negeri diseleksi dan disiapkan secara ketat. Dari hasil seleksi yang dilakukan pada pertengahan tahun 1959, terpilihlah 8 ( delapan ) orang. Mereka kemudian dikirimkan ke Okinawa, Jepang. Menurut peraturan, pangkat terendah yang boleh dikirim adalah Letnan Satu. Akan tetapi, aturan itu tidak sepenuhnya dapat berlaku karena myoritas yang lulus seleksi berpangkat di bawah Letnan Satu. Dalam seleksi yang dilangsungkan pada pertengahan tahun 1959 itu, telah lulus 7 (tujuh) orang pembantu Inspektur Polisi Tingkat Dua dan seorang Inspektur Polisi Tingkat Dua. Mereka adalah IP.II R.Sudarmadji, AIP.II Miswan, AIP.II M.Paimun Hadi Santosa, AIP.II Subanu, AIP.II Sutomo, AIP.II Slamet, AIP.II Mumun Surachman, dan AIP.II Sutono.
Dalam pengiriman kedelapan orang itu, disertakan pula 15 pembantu instruktur Ranger yang lulus seleksi hasil uji coba pertama. Pengiriman mereka ini dan beberapa kali pengiriman terdahulu merupakan upaya Jawatan Kepolisian Negara dan Inspeksi Mobile Brigade, serta SPMB dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan latihan bagi warga Mobile Brigade, dalam rangka persiapan pembentukan Ranger Indonesia. Kesemuanya ini dilakukan oleh Jawatan Kepolisian Negara dalam rangka meningkatkan kesiapan untuk kelancaran tugas pengamanan berbagai gejolak yang terjadi di dalam negeri.
Sejak berdiri pada tahun 1954 hingga akhir tahun 1958 atau petengahan 1959, telah terjadi kesibukan yang luar biasa di SPMB. Sebelum mapan sebagai sebuah lembaga pendidikan Mobrig, tugas baru telah diembannya yaitu membentuk satuan khusus bernama Ranger. Dalam situasi serba terbatas itulah maka SPMB siap melaksanakan tugas. Dengan melihat kronologi waktu keberadaannya serta proses yang dilaluinya, terlihat dengan jelas bahwa betapa besar peranan SPMB dalam membidani kelahiran Ranger Indonesia, yang pada tahun 1961 namanya diubah menjadi Pelopor. Kehadiran RANGER ( PELOPOR ) sangat diperlukan oleh pemerintah untuk mengamankan situasi dalam negeri, yang pada waktu itu terus bergolak. Keberhasilan RANGER (PELOPOR) dalam pelaksanaan tugas membuktikan bahwa kualitas pendidikan di dalam negeri sudah tidak jauh berbeda dengan pendidikan di luar negeri.
C. PELAKSANAAN PEMBENTUKAN
Ranger merupakan satuan khusus Mobile Brigade, yang dalam pelaksanaan tugasnya hanya diluuncurkan dalam bentuk tim kecil. Anggota Ranger harus mempunyai beberapa kelebihan, baik yang menyangkut kemampuan fisik, mental, maupun pengetahuan / ketrampilan sehingga mereka betul – betul merupakan satuan yang terpilih. Untuk membentuk Ranger ini, SPMB dan jawatan Kepolisian Negara terlebih dahulu harus melakukan berbagai persiapan agar kelak, jika para calon Ranger siap dididik, proses pendidikan dapat segera dimulai. Persiapan – persiapan itu telah dilakukan oleh SPMB jauh sebelum pendidikan Ranger angkatan pertama dimulai. Persiapan – persiapan itu adalah sebagai berikut.
Pertama, studi banding dan pengiriman para calon instruktur para calon instruktur ke luar negeri. Fase ini dilakukan secara bergelombang. Mereka mengikuti kursus kilat instruktur Ranger, baik yang berlangsung di Philipina, Jepang, maupun Amerika Serikat. Kedua, menyiapkan tenaga – tenaga pembantu instruktur yang telah dididik dan dilatih, baik di SPMB maupun di luar negeri. Mereka sangat diperlukan karena merekalah yang akan melakukan penggemblengan langsung para calon Ranger di berbagai lapangan latihan. Ketiga, menyiapkan materi pendidikan. Persoalan materi pendidikan tidak dapat diciptakan sekali jadi, tetapi diperlukan pembaharuan dan penyempurnaan sembari proses pendidikan terus berlangsung. Keempat, menyiapkan fasilitas yang diperlukan, baik yang menyangkut perangkat lunak maupun keras.
Tahap persiapan hingga selesainya pendidikan Ranger angkatan pertama merupakan sebuah proses yang panjang, berkesinambungan, dan saling mengait. Semua ini dilakukan agaar kelak dapat terealisasi hasil yang tidak mengecewakan dan sesuai dengan harapan. Dengan demikian, diharapkan Ranger Indonesia ( PELOPOR ) tidak ubahnya seperti Ranger luar negeri, yaitu sebagai pemukul pemula, ahli gerilya, antigerilya, dan dapat digerakkan pada setiap saat di berbagai medan.
Setelah semua siap, maka dimulailah pendidikan Ranger berikutnya pada Mei 1959. Setelah mereka selesai mengikuti pendidikan teori dan latihan di SPMB Porong, Waatukosek, sebagai penutup rangkaian proses pendidikan adalah mengikuti test mission. Test mission adalah praktek langsung ke medan perang. Jika ujian akhir dapat dilewati dengan baik, selesailah proses pendidikan Ranger. Test mission siswa Ranger kompi pertama dilakukan di front Jawa Barat ( di sekitar Tasikmalaya Selatan ) ketika di sana berlangsung pemberontakan DI / TII.
Sesudah seluruh rangkaian pendidikan dan latihan, termasuk di dalamnya test mission ( praktek lapangan ), dengan resmi telah terbentuk kesatuan Ranger berkekuatan satu kompi. Kompi Ranger pemula ini disebut Kompi 5994 Ranger Mobile Brigade Polri. Kompi ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Polisi K.E.Loemy. Kompi 5994 tidak sempat beristirahat karena setelah pelantikan usai pada September 1959, pada Oktober 1959 diberangkatkan ke Bengkulu untuk menghadapi pemberontakan PRRI.
Pasca pendidikan Ranger kompi bersama, segera dilakukan evaluasi. Evaluasi dilanjutkan dengan penyempurnaa materi pendidikan. Meskipun hanya dalam waktu sekejab, SPMB mampu melaksanakannya. Dengan persiapan yang lebih baik, segera dimulailah pendidikan Ranger kedua. Ketika pendidikan Ranger angkatan kedua ini tengah berlangsung, SPMB membuka angkatan ketiga. Dengan demikian, hingga akhir 1959 SPMB mampu membentuk 3 ( tiga ) kompi Ranger, yaitu Kompi 5994 dengan Komandan Kompi AKP. Loemy, kompi 5995 dengan Komandan Kompi AKP. Anton Soedjarwo, dan Kompi 5996 dengan Komandan Kompi AKP.Saim. Karena AKP. Saim ditugaskan ke luar negeri, Komandan Kompi di PJS kan kepada AKP. Hudaya Sumarya.
Demikianlah 3 ( tiga ) kompi Ranger telah terbentuk pada tahun 1959. Keberhasilan ini nyata terlihat karena adanya kerja keras Kepala Cabang Pendidikan Ranger, yang pada waktu dijabat oleh AKP. Soetrasno didampingi wakilnya, yaitu Inspektur Polisi Tingkat Dua Andi Abdurrachman. Keduanya bertugas di jajaran SPMB Porong, Watukosek. Dari tahun ke tahun dan dari angkatan ke angkatan berikutnya selalu diupayakan peningkatan dan penyempurnaan ke arah latihan – latihan yang sudah realistis, selalu berpegang pada prinsip – prinsip yang sudah digariskan dan dilaksanakan dengan pengawasan ketat.
D. PELAKSANAAN PENDIDIKAN RANGER PELOPOR
Tempat dilangsungkannya pendidikan Ranger ( Pelopor ) pada dasarnya adalah di Watukosek. Alasannya adalah karena instruktur beserta komponen pendukung lainnya memadai. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa di dalam sejarah pendidikan Pelopor, sistem pendidikan tidak diikuti lembaga penelitian dan pengembangan sehingga perkembangannya dari satu sistem pendidikan dan pelatihan ke sistem pendidikan dan pelatihan Pelopor belum baku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber, ditemukan fakta bahwa periode pendidikan Ranger ( Pelopor ) adalah sebagai berikut ;
a) Ranger I, II, dan III ( Kompi 5994, 5995, 5996 ) dilaksanakan di Pusdik SPMB pada tahun 1959 selama 3,5 bulan. Pelaksanaannya berlangsung dengan syarat peserta sudah mengikuti Pendidikan Dasar Brimob di SPMB dan sudah berpengalaman di medan perang minimal 2 ( dua ) kali.
b) Ranger IV dilaksanakan pada tahun 1960 selama 3,5 bulan dengan syarat yang sama seperti di atas. Demikian juga syarat yang sama berlaku pada angkatan berikutnya.
c) Ranger V pada tahun 1961 dan pendidikan berlangsung bagi angkatan baru yang sudah dinamai Pelopor. Pendidikan Pelopor I berlangsung pada tahun 1962 akhir, pelopor II pada tahun 1963, Pelopor III pada tahun 1964, Pelopor IV pada tahun 1965, Pelopor V pada tahun 1966, Pelopor VII pada tahun 1967, dan Pelopor VIII pada tahun 1968. Pendidik dan Pelatih mereka adalah para instruktur Brimob dan dilaksanakan di Pusdik Brimob Watukosek.
BAB IV
PENDIDIKAN RANGER
A. PENDIDIKAN
Lama pendidikan Ranger adalah 21 minggu, termasuk 8 minggu untuk mengikuti latihan dasar infanteri. Jadi, latihan Scout Ranger ( SR ) hanya memakan waktu 13 minggu. Seluruh pendidikan tersebut dibagi ke dalam 4 fase yaitu :
1) Fase satu, pendidikan perorangan selama 12 minggu.
2) Fase dua, pendidikan dalam ikatan tim selama 6 minggu.
3) Fase tiga, maneuver selama seminggu.
4) Fase empat, tugas percobaan selama 2 minggu.
Fase Satu, fase ini dibagi ke dalam 2 (dua ) bagian sebagai berikut; terlebih dahulu diadakan pendidikan dasar infanteri selama 8 minggu. Hal ini dilakukan mengingat kemungkinan besar diantara anggota kompi yang akan mengikuti pendidikan sama sekali belum pernah mengalami pendidikan dasar. Pendidikan dasar sangat diperlukan sebelum mereka meningkat pada pendidikan perseorangan selama 4 minggu. Pada fase ini, pendidikan dan latihan yang diberikan adalah mengenai hal – hal yang sudah seharusnya dipahami betul oleh anggota tim, misalnya :
1) Ketangkasan perseorangan dalam mempergunakan lapangan.
2) Ketangkasan mempergunakan senjata ringan, terutama yang digunakan oleh Scout Ranger.
3) Pengetahuan mempergunakan / memelihara alat – alat kesatuan seperti pesawat perhubungan radio, kompas, dan lain – lain.
4) Pengetahuan khusus seperti membaca peta, menaksir jarak, mengatasi pertolongan pertama pada kecelakaan, kesehatan, tehnik mencari bekas – bekas atau jejak, inteligensi, dan lain – lain.
5) Soal – soal memelihara perhubungan seperti tehnik pengiriman kabar, memperguanakan alat – alat perhubungan, mempergunakan flash light, blinker, dan lain – lain.
Sebelum meningkat ke fase dua ( fase ikatan tim ), diadakan uji coba untuk semua jenis pendidikan dan latihan tersebut. Hal ini juga merupakan seleksi bagi para siswa. Dalam fase ini, pendidikan dan latihan diberikan dalam bentuk latihan jasmani, gimnastik selama 1 jam / pagi, lari jauh selama 1 jam / pagi, atletik selama 3 jam / minggu, dan lari rintangan 12 jam / minggu. Latihan jasmani ini terus berlangsung selama pendidikan dan latihan. Ketangkasan perseorangan dalam mempergunakan lapangan meliputi, antara lain; cover, concealment, camouflage, movement, observation at day and night, tehniques of observation and tracking. Ketangkasan mempergunakan senjata,, misalnya harus dicapai tingkat menembak mahir bagi bawahan dan perwira dapat mencapai tingkat penembak ahli dalam USA Carabine M1 dan M2. Harus pula dapat menembak sesudah melewati rintangan pada sasaran – sasaran berupa balon sejauh 30 yard. Mampu menembak dengan tiba – tiba di hutan. Mampu membongkar dan memasang senjata serta mengetahui storage senjata yang dipergunakan tim. Sebelum meningkat ke fase dua, semua ketrampilan ini harus diuji. Hal ini merupakan seleksi untuk dapat mengikuti tidaknya pendidikan latihan selanjutnya.
Fase Dua. Dalam fase ini pendidikan perseorangan seperti diuraikan di atas telah meningkat ke pendidikan yang bersifat dalam ikatan kesatuan dasar, yaitu dalam ikatan tim. Pada umumnya, pendidikan dan latihan yang diberikan adalah mengenai soal – soal taktik, yang didapat dari pengalaman – pengalaman, dan dirumuskan menjadi cara – cara khusus untuk gerakan – gerakan. Tim yang dibentuk dalam fase ini ditunjuk oleh instruktur yang bersangkutan dan bersifat sementara. Jadi, bukan berdasarkan pilihan anggota karena seluruh siswa harus dilatih sedemikian rupa, sehingga setiap siswa harus dapat mengerjakan tugas tim. Tegasnya, anggota tim harus serba bisa, misalnya, seorang BAR harus dapat menjabat selalu contactman, demikian sebaliknya, dan seterusnya. Ujian pada fase ini dilangsungkan dalam the second military stake. Maksudnya adalah menguji kesediaan para anggota tim untuk bekerja sama satu dengan yang lain serta menaati perintah dari pimpinan tim.
Setelah fase dua selesai, disusunlah tim – tim tetap berdasarkan buddy rating untuk menghadapi fase berikutnya, yaitu maneuver. Dalam fase ini semua pendidikan dan latihan dilakukan dalam tim. Materi berkisar pada soal – soal taktik, seperti outpost operations, conviction of team operations, special operations, planning missions, special tactics. Pada akhir fase diadakan ujian. Siswa yang gagal dapat dikeluarkan dari pendidikan dan latihan. Titik berat ujian terletak pada kemampuan para pimpinan tim dalam memimoin kesatuannya dan kesediaan para anggota tim dalam bekerjasama satu sama lain serta menaati perintah ketua tim.
Fase Tiga. Maksud diadakannya maneuver ialah untuk mempraktekkan segala pendidikan dan latihan yang telah diperoleh. Demikian juga, hal ini dimaksudkan sebagai persiapan bagi para siswa untuk menghadapi gerakan – gerakan, pertempuran – pertempuran sesungguhnya dengan baik dan teratur. Fase ini dilakukan di lapangan yang suasana dan keadaannya mendekati medan pertempuran yang sesungguhnya. Lawan siswa dalam fase ini adalah para instruktur. Gerakan yang dilakukan pada waktu ini harus sudah dilakukan seperti yang terjadi di lapangan operasi sesungguhnya. Maka dari itu, selama dalam berada dalam fase ini, yaitu 7 hari, para siswa yang sedang bergerak dilengkapi dengan makanan dalam kaleng da obat – obatan untuk jangka waktu tertentu. Untuk keperluan tersebut, harus sudah ditentukan dan dicari tempat yang memenuhi syarat seperti tempat berjurang, bertebing, berhutan, dan sulit didapat air. Pada dasarnya, tempat – tempat ini penuh dengan rintangan. Fase ini dimaksudkan sebagai persiapan akhir siswa untuk dapat menghadapi keadaan pertempuran sebenarnya secara baik. Falam fase ini, semua kemampuan pada fase sebelumnya diuji lagi. Aspek – aspek khusus fase ini adalah:
1) Tidak diberikannya suplai selama 7 hari.
2) Keadaan lapangan berat, tidak ada manusia lain selain musuh.
3) Sukarnya ditemui sumber air, hingga mereka dituntut untuk mengetahui sifat arus air.
4) Ransum terdiri dari bahan makanan kaleng, karena tidak diperbolehkan membuat api selama fase ini berlangsung.
5) Besar kemungkinan siswa tersesat.
Fase ini diselenggarakan di tempat – tempat yang memenuhi syarat dengan beratnya rintangan alam. Termasuk ke dalam fase ini adalah penyerangan instalasi lawan, misalnya dengan menggunakan perahu karet mereka menuju sasaran. Setelah selesai penghancuran, tim kembali ke perahu dan menghilang dengan secepat mungkin.
Fase Empat. Fase ini adalah fase terakhir pendidikan dan latihan. Fase ini dilakukan di “ daerah – daerah gerombolan “ yang sudah ditentukan. Para siswa mendapat tugas untuk melakukan gerakan – gerakan terhadap gerombolan bersenjata. Gerakan ini diatur dan dipimpin oleh para instruktur. Makanan, obat – obatan, dan alat – alat yang dibawa siswa adalah seperti yang dibawa pada fase maneuver. Tugas ini dapat dikatakan tidak ada bedanya dengan tugas sebenarnya, karena kemungkinan menjadi korban peluru sangat besar jika siswa kurang berhati – hati. Tugas percobaan ini dimaksudkan untuk menguji ketangkasan, keberanian, dan kepercayaan diri sendiri dari para siswa dalam menghadapi lawan sebenarnya. Tempat – tempat yang digunakan untuk pelaksanaan percobaan ini dapat ditentukan dengan mempertimbangkan kekuatan gerombolan, yakni Kalimantan, Sulawesi Utara, Bali, Maluku ( Seram ), Aceh, dan sebagian Jawa Barat. Antara test mission dan tugas sebenarnya tidak ada perbedaan karena kemungkinan menjadi korban peluru lawan sama besarnya. Maksud diadakannya tes ini adalah untuk meniadakan julukan – julukan green hour dan veteran dalam kalangan Ranger. Dengan demikian, keutuhan pasukan dapat tercipta sejak semula.
B. STRUKTUR ORGANISASI
Untuk melancarkan jalannya pendidikan serta memberikan tanggung jawab kepada para instruktur, perlu diadakan pembagian tugas sebagai berikut :
1) Kepala Cabang Pendidikan bertanggung jawab atas seluruh pendidikan.
2) Wakil Kepala Cabang Pendidikan adalah pengganti Kepala Cabang Pendidikan, jika yang bersangkutan berhalangan atau bepergian.
3) Seksi pendidikan dikepalai oleh seorang Kepala. Tugasnya adalah memberikan petunjuk mengenai latihan dan mengawasi jalannya latihan serta pekerjaan instruktur. Ia juga dapat ditunjuk untuk mewakili Kepala Cabang Pendidikan, jika Kepala dan Wakilnya berhalangan. Seksi pendidikan mempunyai 3 ( tiga ) sub seksi, yaitu ;
a) Sub seksi dokumentasi, yang bertugas menyimpan dan mencatat nilai ujian dan lainnya yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan.
b) Sub seksi Komandan Siswa, yang bertugas mengurus keperluan siswa, seperti makanan dan lain – lain.
c) Sub seksi Kepala Instruktur, yang bertugas sebagai pembantu Kepala seksi pendidikan dalam mengawasi latihan serta pekerjaan para instruktur. Kepala instruktur juga mengawasi pasukan demonstrasi.
d) Seksi administrasi khusus, yang dikepalai oleh seorang kepala dan bertugas menyelesaikan segala hal mengenai administrasi seluruh cabang pendidikan, seperti kepegawaian, surat – menyurat, keuangan, dan lain – lain.
e) Sub seksi logistik, dikepalai oleh seorang kepala yang membawahi sub – sub seksi perbekalan dan perlengkapan, dapur, dan kendaraan serta perbengkelan.
f) Sub seksi Detasemen Pengawal sebanyak satu peleton, yang bertugas melaksanakan penjagaan asrama dan keamanannya.
C. PERSYARATAN CALON SISWA RANGER
Karena beratnya pendidikan dan latihan, diperlukan syarat – syarat : sukarela, berbadan sehat dan kuat, telah mempunyai pengalaman dalam operasi sedikitnya 3 ( tiga ) bulan, betul – betul sudi berkorban segala – galanya demi kepentingan negara, dan lebih baik berstatus bujang. Agar calon siswa benar – benar memenuhi syarat, seleksi dilakukan oleh Kepala Cabang Pendidikan Ranger didampingi para in struktur yang ditunjuk.
D. FASILITAS
Sesuai dengan gerakan – gerakan yang dilakukan Tim Ranger, yang bergerak terus – menerus selama sedikitnya 7 hari, harus selalu dihindari kampung dan penduduknya. Terrain yang harus ditempuh berat dan secrecy harus terjaga. Maka dari itu, untuk keperluan setiap tim, dalam gerakan 7 hari minimal harus dibawa hal – hal berikut ini :
· Makanan. Makanan berupa ;
1) Roti gobin 735 biji ( untuk setiap anggota sehari 15 biji ). Seandainya hal ini tidak mungkin, dapat diganti dengan 21 kg ( setiap anggota 3 kg ), tetapi secrecy tidak dapat dipertahankan karena beras harus dimasak, sedangkan di dalam SOP Ranger tidak diperbolehkan membuat api, disiplin api harus dijaga.
2) Sarden sebanyak 11 blek.
3) Corned bief sebanyak 10 blek.