Polri dan Masyarakat Majemuk Indonesia
D
|
alam uraiannya mengenai
tuntutan Profesionalisme di kalangan kepolisian, Prof. Harsja Bachtiar mengatakan bahwa polisi Indonesia harus
mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi di Indonesia yang corak
masyaraktnya amat kompleks sebagaimana dikatakannya ( 1994 : 9).
Indonesia sangat berbeda daripada kebanyakan negara lain di
dunia ini, bahkan merupakan kepulauan yang amat banyak pulaunya, dan penduduk
sedemikian banyak sehingga merupakan negara keempat di dunia, sesudah Cina, dan
Amerika Serikat, bila diukur atas dasar jumlah penduduknya. Indonesia merupakan
kepulauan yang memperlihatkan daerah – daerah yang berbeda – beda keadaan
lingkungan alamnya, berbeda – beda bahasa dan kebudayaan penduduknya, berbeda –
beda agamanya, berbeda – beda sejarah dan perkembangan pendidikan dan tingkat
pendidikan pada umumnya, berbeda – beda tingkat perkembangan ekonomi dan
teknologinya, berbeda – beda prasarana komunikasinya, berbeda – beda prasarana
pengangkutan dan perhubungannya, serta berbeda – beda dalam berbagai hal lain.
Begitulah keadaan umum wilayah negara yang menjadi lapangan kerja kepolisian
Republik Indonesia.
Sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak hanya amat kompleks
tetapi juga bercorak majemuk. Sebagai sebuah masyarakat majemuk, Indonesia
adalah sebuah masyarakat – negara yang terdiri atas banyak suku bangsa, yang
jumlahnya lebih dari 500 buah, yang dipersatukan oleh satu sistem nasional
Indonesia. Suku bangsa sebagai sebuah golongan sosial yang askriptif dapat
mewujudkan diri dalam bentuk kelompok – kelompok atau masyarakat – masyarakat
bangsa. Masing – masing dengan kebudayaan atau pedoman bagi kehidupan yang
digunakan oleh para pelakunya untuk memahami, memanfaatkan, dan menguasai
sumber – sumber daya dalam lingkungan yang mereka hadapi sehari – hari untuk
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan mereka. Secara samar – samar maupun secara
jelas masing – masing suku bangsa di Indonesia mengakui dan diakui hak
kepemilikan dan penguasaannya atas wilayah – wilayah yang merupakan lingkungan
tempat hidup dan mata pencaharian mereka, hak yang sudah ada sebelum adanya hak
nasional yang dipunyai oleh sistem nasional Indonesia, karena suku bangsa –
suku bangsa di Indonesia sudah ada sebelum adanya Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Suku – suku bangsa di Indonesia memperlihatkan
keanekaragaman secara horizontal dan vertika : keanekaragaman secara demografi,
ekonomi dan teknologi, politik dan corak kebudayaan pada umumnya.
Keanekaragaman suku bangsa tersebut diperkaya lagi dengan masuk dan diterimanya
agama – agama.
Setiap orang Indonesia adalah seorang warga suku bangsa.
Dia mempunyai jati diri suku bangsa atau kesukubangsaan tanpa mampu untuk
menolaknya. Karena setiap orang Indonesia dilahirkan oleh orangtua yang masing
– masing mempunyai jati diri suku bangsa. Dalam keadaan di mana kedua orang tua
berasal dan suku bangsa yang berbeda maka dia mempunyai pillihan jati diri suku
bangsa yang dapat diacunya, yaitu kesukubangsaan bapaknya, ibunya, atau daerah
tempat dilahirkan dan dibesarkannya. Seorang anak bukan hanya dilahirkan dalam
keluarga suku bangsa tetapi juga sejak bayi dibesarkan menjadi manusia dan
mahluk sosial serta berbudaya oleh keluarga atau orang tuanya yang dilakukannya
dengan mengacu pada kebudayaan suku bangsanya. Karena kesukubangsaan dan
kebudayaan suku bangsa yang dipunyai oleh seseorang adalah sesuatu yang utama
dan yang pertama atau yang primordial dalam kehidupannya. Karena itu sentimen
kesukubangsaan dengan mudah digalang untuk solidaritas guna memenangkan sesuatu
persaingan atau konflik.
Sedangkan sistem nasional, yang terwujud sebagai dasar
negara dan pemerintahan, dibentuk berlandaskan pada prinsip ideologi kebangsaan
yang rasional yang berada di atas dan memanyungi berbagai bentuk sistem
kesukubangsaan dari suku bangsa – suku bangsa di Indonesia. Termasuk dalam
pengertian ini adalah konsep hak atas air, udara, dan bumi beserta segala
isinya yang mendudukkan posisi hak suku bangsa sebagai berada di bawah hak yang
dipunyai oleh negara. Dalam keadaan demikian, hubungan antara sistem nasional
dengan suku bangsa – suku bangsa yang ada di Indonesia sebenarnya dapat dilihat
sebagai berada dalam hubungan konflik atau hubungan persaingan untuk
memperebutkan hak penguasaan dan pendistribusian atas air dan bumi beserta
segala isinya, serta hak untuk mengatur dan memerintah masyarakat – masyarakat suku
bangsa yang ada.
Sistem nasional Indonesia adalah sebuah sistem yang
didasari oleh ideologi kebangsaan yang rasional dan terbuka bagi semua warga
negaranya untuk memasuki dan mendududki jabatan – jabatan yang tersedia dalam
pranata – pranata atau lembaga – lembaganya. Karena sistem nasional tersebut
terbuka dan dalam sistem nasional Indonesia tidak ada ketentuan bahwa
kesukubangsaan tidak boleh diaktifkan dalam persaingan untuk memperebutkan
sumber – sumber daya dan jabatan – jabatan yang tersedia dalam struktur –
strukturnya maka sistem nasional merupakan ajang pertentangan antar suku bangsa
dalam upaya memperebutkan atau mempertahankan sesuatu jabatan atau sesuatu
penguasaan atas sumber – sumber daya yang tersedia.
Mayarakat majemuk termasuk masyarakat Indonesia, adalah
masyarakat yang rawan konflik yang dapat menjurus pada disintegrasi
masyarakatnya. Konflik – konflik yang potensial menuju disintegrasi masyarakat
adalah konflik antar suku bangsa, termasuk konflik antar pemeluk agama karena
melibatkan sentimen – sentimen primordial yang mendalam dan mendasar.
Masyarakat madani atau masyarakat sipil menurut Gellner (
1995 : 32 ) adalah sebuah masyarakat
dengan seperangkat pranata non – pemerintah yang cukup kuat untuk menjadi
penyeimbang dan kekuasaan negara, dan yang pada saat yang sama, mendorong
pemerintah untuk menjalankan peranannya sebagai penjaga perdamaian dan penengah
di antara berbagai kepentingan utama dalam masyarakat, serta mempunyai
kemampuan untuk menghalangi atau mencegah negara untuk mendominasi dan
mengecilkan masyarakat. Corak masyarakat sipil bertentangan dengan corak
masyarakat yang despotik, karena di dalam masyarakat yang despotik kesadaran
sosial yang ada dalam berbagai kelompok masyarakat golongan bawah akan ditindas
dan dieksploitasi untuk kepentingan dan keuntungan pemerintah. Sementara
masyarakat madani atau sipil yang modern dibangun berlandaskan demokrasi yang
mencakup prinsip –prinsip kedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan
persetujuan dan yang diperintah oleh kekuasaan mayoritas, hak – hak minoritas,
jaminan hak – hak asasi manusia, pemilihan yang bebas dan jujur, persamaan hak
di depan hukum, proses hukum yang wajar, pembatasan kekuasaan pemerintah secara
konstitusional, kemajemukan sosial, ekonomi, dan politik, nilai – nilai tolerasi,
pragmatisme, kerja sama dan mufakat ( lihat Lubis, 1994 ).
Perananan polisi dalam turut dan melindungi masyarakat dari
berbagai gangguan rasa tidak aman dan kejahatan adalah kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri, baik melindungi warga masyarakat maupun melindungi berbagai lembaga dan pranta
sosial, kebudayaan dan ekonomi yang produktif. Peranan ini hanya mungkin dapat
dilaksanakan bila fungsi polisi tersebut sesuai dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat dan dilakukan oleh petugas kepolisian secara profesional.
d
Dikutip dari buku : Prof. Parsudi Suparlan, Ph. D