Rabu, 18 April 2012

Penegakan Hukum : " Inti & Artinya "



Penegakan Hukum :
Inti dan Artinya
p
S
ecara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai – nilai yang terjabarkan di dalam kaidah – kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup ( Soekanto , 1979 ).

Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan – pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan – pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan – pasangan tertentu, misalnya, ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai – nilai tersebut perlu diserasikan; umpamanya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketentraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi. Apakah hal itu sudah cukup ?

Pasangan nilai – nilai yan gtelah diserasikan tersebut, memerlukan panjabaran secara lebih konkret lagi, oleh karena nilai – nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkret terjadi di dalam bentuk kaidah – kaidah, dalam hal ini kaidah – kaidah hukum, yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam bidang hukum tata negara Indonesia, misalnya terdapat kaidah – kaidah hukum tata negara Indonesia, misalnya, terdapat kaidah – kaidah tersebut yang berisikan suruhan atau perintah untuk melakukan tindakan – tindakan tertentu, atau tidak melakukannya. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan – larangan untuk melakukan perbuatan – perbuatan tertentu, sedangkan di dalam bidang hukum perdata ada kaidah – kaidah yang berisikan kebolehan – kebolehan.

Kaidah – kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkretisasi daripada penegakan hukum secara konsepsional.

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi ( Wayne La Favre, 1946 ). Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral ( etika dalam arti sempit ).

Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadapa penegakan huukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “ tritunggal “ nilai, kaidah, pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai – nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah – kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata – mata berarti pelaksanaan perundang – undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecendrungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecendrungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan – keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat – pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan – kelemahan, apabila pelaksanaan perundang – undangan atau keputusan – keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan penjelasan – penjelasan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor – faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor – faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1)  Faktor hukumnya sendiri.
2) Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
3)  Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5)  Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.

Dikutip dari buku : Prof.Dr.Soerjono Soekanto, SH, M.A