PERTEMPURAN
BENTENG HURABA
B
T
|
anggal 5 s/d 10 Mei adalah tanggal bersejarah bagi Pemerintah dan
Negara Belanda untuk membulatkan tekadnya membangun kembali Kerajaan Belanda
setelah tahun 1939 diduduki Jepang.
Pada tanggal
tersebut sepuluh tahun kemudian, sekali lagi kekuatan militer Belanda
membulatkan tekadnya untuk merebut pertahanan Huraba dalam usahanya untuk
menggabungkan kekuatan militernya di Sumatera Utara, dengan kekuatan militernya
di Sumatera Barat.
Pada tanggal 5 Mei
1949 pukul 04.00 pagi tentara Belanda dari Pijor Koling telah melakukan
pengepungan dari 4 jurusan terhadap pertahanan Huraba yaitu, dari arah muka,
kanan, kiri, dan belakang yang
dipelopori 2 orang penunjuk jalan bekas anggota MB yang berkhianat bernama Makaleo pangkat Agen Polisi kls II dan Syamsul Bahri pangkat Pembantu Inspektur
Polisi Kls I kemudian menjadi kaki tangan tentara Belanda.
Pada jam 05.00 pagi
seorang anggota Markas Komando pertahanan Huraba A.P Selamat Kero melaporkan kepada Mayor Kadiran bahwa Markas Komando telah dikepung oleh tentara
Belanda. Mayor Kadiran lalu
memerintahkan kepada anggota – anggota yang
tinggal dalam Markas Komando untuk mengadakan serangan hanya apabila tentara
Belanda menembak terlebih dahulu.
Dalam keadaan yang
sudah terkepung itu Mayor Kadiran
mengambil langkah dengan memerintahkan seorang anggota bernama Amat Bengbeng untuk lari dari jalan
belakang rumah, kemudian memerintahkan seluruh anggota yang berada di dalam
Markas Komando, untuk menyingkirkan dari kepungan melalui jalan belakang rumah
dengan membawa senjata masing – masing.
Ternyata di luar
Markas Komando telah terjadi pertempuran seru, dan sayap kiri tentara Belanda
sudah mengepung rapat Markas Komando, sehingga Mayor Kadiran tidak sempat lagi untuk mengambil senjata, ia lari
dengan memakai celana pendek dan kain sarung menerobos kepungan di tengah hujan
tembakan dari sayap kiri pasukan tentara Belanda. Mujur bagi Mayor Kadiran ia berhasil lolos dengan
selamat menuju ke kampung Tolang.
Pasukan RI, di
sayap kiri pertahanan Huraba, Seksi II Kompi A yang dipimpin oleh Komandan Polisi Lodewyk Sitanggang tidak
dapat mundur lagi, dan terjadilah tembak – menembak dan pertempuran rapat
dengan tentara Belanda, menyebabkan Lodewyk
Sitanggang dengan beberapa anggotanya gugur dalam pertempuran. Sedang
beberapa anggotanya yang lain berhasil menyelamatkan diri dan lari menuju
kampung Tolang.
Pertempuran sayap
tengah di jalan besar pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan Polisi Amir Hasan Pasaribu Komandan Seksi I Kompi A
berhadapan langsung dengan Kapten Swart
Komandan Pasukan Belanda di Pijor Koling, pertempuran terjadi dengan sengitnya.
Namun, Amir Hasan Pasaribu berhasil
menyelamatkan diri tetapi beberapa anggotanya gugur, dan sebuah Bren Gun
tertinggal.
Dari pengalaman Amir Hasan Pasaribu yang disampaikan
dalam Seminar Pertempuran Benteng Huraba tanggal 10 s/d Juli 1976 di Padang
Sidempuan menceritakan sebagai berikut :
“Rupa – rupanya sekitar
jam 02.00 tengah malam pasukan belanda telah mendekati Benteng Huraba dan
mengepungnya dari 3 jurusan yaitu dari jurusan kanan melalui gunung yang
melingkari kampung Huraba, jurusan tengah dengan jalan melambung melingkari
kampung Huraba, jurusan tengah dengan jalan melambung melingkari pos terdepan
tanpa mengganggu pos tersebut dan dari jurusan sawah – sawah (sayap kiri).
Dari taktik
penyerangan Belanda seperti diuraikan di atas, dapat diduga bahwa tujuan
penyerangan Belanda waktu itu adalah untuk menghancurkan pasukan Republik yang
berkedudukan di Kampung Huraba. Belanda sengaja tidak mengganggu pasukan kita
yang berada di pos terdepan yang terletak antara kampung Pintu Padang dengan
kampung Huraba. Pos terdepan ini secara bergiliran ditempati oleh 3 unsur
kesatuan yang ada di kampung Huraba.
Pasukan kita tidak
menduga sama sekali bahwa tentara Belanda akan menyerang langsung ke perut
kampung Huraba, mengingat bahwa pos terdepan tidak mungkin dilewati begitu
saja, karenanya sesaat terjadi sedikit kepanikan. Akan tetapi setelah
mengetahui bahwa tentara Belanda memusatkan serangannya pada pasukan kampung
Huraba, maka pasukan kita memberikan perlawanan yang heroik, dengan tekad Merdeka
atau Mati dari pada dijajah Belanda.
Pertempuran ini
bersifat frontal dengan jarak yang dekat sekali, yaitu 5 dan 10 meter, karena
pasukan Belanda dari sayap tengah benar – benar telah menyusup masuk ke tengah –
tengah kampung Huraba. kami sendiri waktu itu (Amir Hasan Pasaribu)
pemegang senjata senapan mesin Jepang bersama pasukan kami yang tinggal
serumah, memberikan perlawanan dari dalam rumah itu, karena tidak sempat
mengambil posisi di mana pasukan Belanda mengepung rumah tersebut dari muka,
samping, dan belakang. Demikian juga dengan rumah – rumah lainnya yang
ditempati oleh pasukan kita, telah dikepung ketat oleh Belanda. Karenanya tidak
ada jalan lain harus melawan dan berusaha ke luar dari rumah untuk mengambil
posisi.
Dengan
perlindungan tembakan senapan mesin dari kami, para anggota keluar mengambil
posisi tetapi begitu keluar begitu kena tembakan dan mati ketika itu juga termasuk
pembantu kami yang membawa houderbak peluru senapan mesin.
Dicoba keluar dari
samping rumah, namun menjumpai nasib yang sama, kena dan mati saat itu juga.
Dengan sisa peluru
yang tinggal pada senapan mesin, kami keluar dari arah belakang menuju bukit –
bukit namun di bukit – bukit pasukan Belanda sayap kanan telah menunggu dan
melakukan tembakan – tembakan gencar terhadap kami, hingga terjadi lagi
pertempuran jarak dekat dan ... beberapa orang anggota kami menjadi korban
seketika itu juga... hanya tinggal kami satu – satunya yang selamat berkat
lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Kami melihat
dengan mata kepala sendiri bagaimana tentar Belanda mencongkel mata teman –
teman kami yang telah gugur waktu itu, menusuk perut teman itu dengan bayonet
dan mengeluarkan usus dari perut mereka”.
Pasukan di sayap
kanan pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan
Polisi Hakim Koto dan Komandan Polisi
Pauliran Hutabarat dapat menyelamatkan diri bersama anggotanya masing –
masing menuju ke kampung Tolang.
Barisan belakang
pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan
Polisi Machmud dan pasukan ALRI yang dipimpin oleh Letnan W. Napitupulu sempat mengadakan perlawanan dengan pasukan
Belanda yang dapat menggunting dari belakang pertahanan Huraba.
Pasukan yang
berhasil menyelamatkan diri dan mundur ke kampung Tolang menyusun pertahanan di
kampung itu, untuk menghadapi kemungkinan tentara Belanda maju sampai ke
kampung Tolang.
Pasukan Belanda
yang menggempur dari belakang pertahanan Huraba maju terus ke muka dengan
mengadakan pengepungan pada asrama pasukan Brigade B yang dipimpin oleh Letnan Suharak dan Markas Komando
Pertempuran Pertahanan Huraba.
Pasukan Suharak
yang terkepung tidsak dapat lagi keluar dari rumah yang dipakai sebagai asrama
mereka, dan setiap ada anggota pasukan yang melompat dari rumah langsung
ditembak oleh tentara Belanda yang telah menunggunya di bawah. Pasukan yang
terkepung ini menderita korban sebanyak 12 orang gugur, sedang Letnan Suharak dengan beberapa
anggotanya berhasil menyelamatkan diri ke kampung Tolang.
Di kampung Tolang,
Mayor Kadiran mengumpulkan kembali anggota – anggota pasukannya yang berhasil
menyelamatkan diri dan dengan ditambah 1 Kompi bantuan dari Tolang yang
dipimpin PIP. I Usman dan Letnan Purnomo dari Brigade B, menyiapkan suatu
serangan balasan.
Pertahanan di
Huraba yang telah diduduki oleh tentara Belanda kini diserang oleh pasukan yang
dipimpin oleh Mayor Kadiran. Pertempuran
terjadi lagi dan dengan bantuan tembakan – tembakan mortir, pada pukul 15.30
siang pasukan pejuang berhasil mengusir pasukan Belanda dari Huraba. Pada pukul
16.30 pertahanan di Huraba telah diduduki kembali oleh pasukan RI.
Pada pertempuran
ini Mobile Brigade Karasidenan Tapanuli menderita kerugian sebanyak 10 orang
anggotanya gugur ialah :
1. Komandan Polisi
Lodewyk Sitanggang Komandan Seksi II Kompi A
2. Agen Polisi
Suyoto, anggota Seksi II Kompi A
3. Agen Polisi Augus
Naibaho, anggota Seksi II Kompi A
4. Agen Polisi Kelas
I Ngamiran, anggota Seksi II Kompi A ( Pengemudi Panser Wagon)
5. Agen Polisi
Sungeb, anggota Seksi II Kompi A
6. Agen Polisi
Oberlin, anggota Seksi II Kompi A
7. Agen Polisi
Timbul, anggota Seksi II Kompi A
8. Agen Polisi
Mustafa, anggota Seksi II Kompi A
9. Agen Polisi
Syafei, anggota Seksi I Kompi A
10.Agen Polisi Mangara, anggota Seksi I Kompi A
Agen Polisi
Selamat Kero, staf Komando pertahanan Huraba tertawan musuh dan bersama pasukan Belanda
yang mundur dibawa ke Padangsidempuan.
Di pihak Brigade B
(Kompi Tengkorak) gugur 12 orang diantaranya adalah yang bernama Bachtiar,
sedang kerugian senjata dari Brigade B adalah 24 pucuk senjata, Mobile Brigade
2 pucuk senjata anti aircraft, 1 Bren Gun, 8 senapan USA (Johnson) dsan 1
pistol Vickers. Kerugian di pihak rakyat 3 buah rumah dibakar oleh tentara
Belanda.
Mayat – mayat para
pejuang yang gugur ini diangkut dengan pedati ke Tolang dan dimakamkan di
Tolang dengan Upacara Militer.
Menurut berita dari
Kepala Intelijen / Sabotase PIP. I.
Maruli Hutabarat di Padang Sidempuan penyerangan tentara Belanda ke Huraba
menderita banyak kerugian. Banyak tentara Belanda yang dikirim ke rumah sakit
Padang Sidempuan dan beberapa mayat diangkut ke Sibolga.
Rencana Belanda
sesuai dengan pidato Jenderal Spoor
sewaktu hendak memulai Agresi Militer Ke – II menyatakan antara lain :
“DALAM
WAKTU YANG SINGKAT SELURUH DAERAH REPUBLIK INDONESIA, TERUTAMA PULAU JAWA DAN
SUMATERA DAPAT DIKUASAI OLEH TENTARA KERAJAAN BELANDA”. Nyatanya, ucapan
tersebut hanya isapan jempol belaka, kenyataan membuktikan bahwa “PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA DAN
RAKYAT BEBAS BERGERAK BERKAT PERTAHANAN DI HURABA YANG TIDAK DAPAT DITEROBOS
OLEH TENTARA BELANDA DARI TAPANULI SELATAN KE ARAH SUMATERA BARAT/BUKIT TINGGI”.
Semenjak melakukan
serangannya ke Huraba tanggal 5 Mei 1949, maka sampai dengan cease fire pada bulan September 1949,
tentara Belanda tidak pernah lagi melakukan serangan ke Huraba. Hanya Mayor Kadiran pernah menerima surat dari
Komandan tentara Belanda di Padangsidempuan Overste
De Vries yang juga ditandatangani Bupati Pangeran Nasution (pegawai Belanda), sebanyak dua kali, surat
pertama dibawa oleh anggota Mobile Brigade Ali
Mustari dan kedua oleh anggota Mobile Brigade Pipin Siahaan, maksudnya ialah agar menyerah dengan janji akan
diberikan kedudukan dan pangkat yang baik, tetapi penyerahan harus bersama
seluruh anggota dan apabila disetujui akan ditunjuk tempat dilakukan
penyerahan.
Surat tersebut
dibalas oleh Mayor Mas Kadiran yang
dibawa oleh seorang pedagang wanita bernama Mariam
dan berbunyi :
“UNTUK
MENYERAH TIDAK DAPAT, SILAHKAN DATANG KE HURABA, KALAU BENAR – BENAR TUAN
HENDAK MENJAJAH, KAMI TERIMA DENGAN KACANG – KACANG KAMI”.
Kini terbukti sudah
bahwa perhitungan Belanda dengan mengadakan serangan ke Huraba, pasukan
Republik akan hancur, adalah meleset. Propaganda Belanda yang menyatakan bahwa
seluruh daerah Tapanuli Selatan sampai perbatasan Sumatera Barat dapat dikuasai
mereka, tidak mempengaruhi semangat pasukan kita. Demikian juga usaha untuk
mempengaruhi opini Negara – negara luar tidak berhasil, karena ternyata bahwa
Pemerintah Republik Indonesia tetap berdiri dan berjalan di daerah Angkola dan
Mandailing, mulai dari Pintu Padang sampai ke Rao dan Natal.
Disadur dari buku : LINTASAN SEJARAH KEPOLISIAN RI SEJAK PROKLAMASI
-1950