Kamis, 16 Agustus 2012

BRIMOB : Pertempuran Benteng Huraba



PERTEMPURAN 
BENTENG HURABA
B
T
anggal 5 s/d 10 Mei adalah tanggal bersejarah bagi Pemerintah dan Negara Belanda untuk membulatkan tekadnya membangun kembali Kerajaan Belanda setelah tahun 1939 diduduki Jepang.

Pada tanggal tersebut sepuluh tahun kemudian, sekali lagi kekuatan militer Belanda membulatkan tekadnya untuk merebut pertahanan Huraba dalam usahanya untuk menggabungkan kekuatan militernya di Sumatera Utara, dengan kekuatan militernya di Sumatera Barat.

            Pada tanggal 5 Mei 1949 pukul 04.00 pagi tentara Belanda dari Pijor Koling telah melakukan pengepungan dari 4 jurusan terhadap pertahanan Huraba yaitu, dari arah muka, kanan, kiri, dan belakang  yang dipelopori 2 orang penunjuk jalan bekas anggota MB yang berkhianat bernama Makaleo pangkat Agen Polisi kls II dan Syamsul Bahri pangkat Pembantu Inspektur Polisi Kls I kemudian menjadi kaki tangan tentara Belanda.

            Pada jam 05.00 pagi seorang anggota Markas Komando pertahanan Huraba A.P Selamat Kero melaporkan kepada Mayor Kadiran bahwa Markas Komando telah dikepung oleh tentara Belanda. Mayor Kadiran lalu memerintahkan  kepada anggota – anggota yang tinggal dalam Markas Komando untuk mengadakan serangan hanya apabila tentara Belanda menembak terlebih dahulu.

            Dalam keadaan yang sudah terkepung itu Mayor Kadiran mengambil langkah dengan memerintahkan seorang anggota bernama Amat Bengbeng untuk lari dari jalan belakang rumah, kemudian memerintahkan seluruh anggota yang berada di dalam Markas Komando, untuk menyingkirkan dari kepungan melalui jalan belakang rumah dengan membawa senjata masing – masing.

            Ternyata di luar Markas Komando telah terjadi pertempuran seru, dan sayap kiri tentara Belanda sudah mengepung rapat Markas Komando, sehingga Mayor Kadiran tidak sempat lagi untuk mengambil senjata, ia lari dengan memakai celana pendek dan kain sarung menerobos kepungan di tengah hujan tembakan dari sayap kiri pasukan tentara Belanda. Mujur bagi Mayor Kadiran ia berhasil lolos dengan selamat menuju ke kampung Tolang.

            Pasukan RI, di sayap kiri pertahanan Huraba, Seksi II Kompi A yang dipimpin oleh Komandan Polisi Lodewyk Sitanggang tidak dapat mundur lagi, dan terjadilah tembak – menembak dan pertempuran rapat dengan tentara Belanda, menyebabkan Lodewyk Sitanggang dengan beberapa anggotanya gugur dalam pertempuran. Sedang beberapa anggotanya yang lain berhasil menyelamatkan diri dan lari menuju kampung Tolang.

            Pertempuran sayap tengah di jalan besar pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan Polisi Amir Hasan Pasaribu Komandan Seksi I Kompi A berhadapan langsung dengan Kapten Swart Komandan Pasukan Belanda di Pijor Koling, pertempuran terjadi dengan sengitnya. Namun, Amir Hasan Pasaribu berhasil menyelamatkan diri tetapi beberapa anggotanya gugur, dan sebuah Bren Gun tertinggal.

            Dari pengalaman Amir Hasan Pasaribu yang disampaikan dalam Seminar Pertempuran Benteng Huraba tanggal 10 s/d Juli 1976 di Padang Sidempuan menceritakan sebagai berikut :

“Rupa – rupanya sekitar jam 02.00 tengah malam pasukan belanda telah mendekati Benteng Huraba dan mengepungnya dari 3 jurusan yaitu dari jurusan kanan melalui gunung yang melingkari kampung Huraba, jurusan tengah dengan jalan melambung melingkari kampung Huraba, jurusan tengah dengan jalan melambung melingkari pos terdepan tanpa mengganggu pos tersebut dan dari jurusan sawah – sawah (sayap kiri).

Dari taktik penyerangan Belanda seperti diuraikan di atas, dapat diduga bahwa tujuan penyerangan Belanda waktu itu adalah untuk menghancurkan pasukan Republik yang berkedudukan di Kampung Huraba. Belanda sengaja tidak mengganggu pasukan kita yang berada di pos terdepan yang terletak antara kampung Pintu Padang dengan kampung Huraba. Pos terdepan ini secara bergiliran ditempati oleh 3 unsur kesatuan yang ada di kampung Huraba.

Pasukan kita tidak menduga sama sekali bahwa tentara Belanda akan menyerang langsung ke perut kampung Huraba, mengingat bahwa pos terdepan tidak mungkin dilewati begitu saja, karenanya sesaat terjadi sedikit kepanikan. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa tentara Belanda memusatkan serangannya pada pasukan kampung Huraba, maka pasukan kita memberikan perlawanan yang heroik, dengan tekad Merdeka atau Mati dari pada dijajah Belanda.

Pertempuran ini bersifat frontal dengan jarak yang dekat sekali, yaitu 5 dan 10 meter, karena pasukan Belanda dari sayap tengah benar – benar telah menyusup masuk ke tengah – tengah kampung Huraba. kami sendiri waktu itu (Amir Hasan  Pasaribu) pemegang senjata senapan mesin Jepang bersama pasukan kami yang tinggal serumah, memberikan perlawanan dari dalam rumah itu, karena tidak sempat mengambil posisi di mana pasukan Belanda mengepung rumah tersebut dari muka, samping, dan belakang. Demikian juga dengan rumah – rumah lainnya yang ditempati oleh pasukan kita, telah dikepung ketat oleh Belanda. Karenanya tidak ada jalan lain harus melawan dan berusaha ke luar dari rumah untuk mengambil posisi.

Dengan perlindungan tembakan senapan mesin dari kami, para anggota keluar mengambil posisi tetapi begitu keluar begitu kena tembakan dan mati ketika itu juga termasuk pembantu kami yang membawa houderbak peluru senapan mesin.

Dicoba keluar dari samping rumah, namun menjumpai nasib yang sama, kena dan mati saat itu juga.

Dengan sisa peluru yang tinggal pada senapan mesin, kami keluar dari arah belakang menuju bukit – bukit namun di bukit – bukit pasukan Belanda sayap kanan telah menunggu dan melakukan tembakan – tembakan gencar terhadap kami, hingga terjadi lagi pertempuran jarak dekat dan ... beberapa orang anggota kami menjadi korban seketika itu juga... hanya tinggal kami satu – satunya yang selamat berkat lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Kami melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana tentar Belanda mencongkel mata teman – teman kami yang telah gugur waktu itu, menusuk perut teman itu dengan bayonet dan mengeluarkan usus dari perut mereka”.

            Pasukan di sayap kanan pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan Polisi Hakim Koto dan Komandan Polisi Pauliran Hutabarat dapat menyelamatkan diri bersama anggotanya masing – masing menuju ke kampung Tolang.

            Barisan belakang pertahanan Huraba yang dipimpin oleh Komandan Polisi Machmud dan pasukan ALRI yang dipimpin oleh Letnan W. Napitupulu sempat mengadakan perlawanan dengan pasukan Belanda yang dapat menggunting dari belakang pertahanan Huraba.
            Pasukan yang berhasil menyelamatkan diri dan mundur ke kampung Tolang menyusun pertahanan di kampung itu, untuk menghadapi kemungkinan tentara Belanda maju sampai ke kampung Tolang.

            Pasukan Belanda yang menggempur dari belakang pertahanan Huraba maju terus ke muka dengan mengadakan pengepungan pada asrama pasukan Brigade B yang dipimpin oleh Letnan Suharak dan Markas Komando Pertempuran Pertahanan Huraba.

            Pasukan Suharak yang terkepung tidsak dapat lagi keluar dari rumah yang dipakai sebagai asrama mereka, dan setiap ada anggota pasukan yang melompat dari rumah langsung ditembak oleh tentara Belanda yang telah menunggunya di bawah. Pasukan yang terkepung ini menderita korban sebanyak 12 orang gugur, sedang Letnan Suharak dengan beberapa anggotanya berhasil menyelamatkan diri ke kampung Tolang.

            Di kampung Tolang, Mayor Kadiran mengumpulkan kembali anggota – anggota pasukannya yang berhasil menyelamatkan diri dan dengan ditambah 1 Kompi bantuan dari Tolang yang dipimpin PIP. I Usman dan Letnan Purnomo dari Brigade B, menyiapkan suatu serangan balasan.

            Pertahanan di Huraba yang telah diduduki oleh tentara Belanda kini diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Mayor Kadiran. Pertempuran terjadi lagi dan dengan bantuan tembakan – tembakan mortir, pada pukul 15.30 siang pasukan pejuang berhasil mengusir pasukan Belanda dari Huraba. Pada pukul 16.30 pertahanan di Huraba telah diduduki kembali oleh pasukan RI.

            Pada pertempuran ini Mobile Brigade Karasidenan Tapanuli menderita kerugian sebanyak 10 orang anggotanya gugur ialah :
1.    Komandan Polisi Lodewyk Sitanggang Komandan Seksi II Kompi A
2.    Agen Polisi Suyoto, anggota Seksi II Kompi A
3.    Agen Polisi Augus Naibaho, anggota Seksi II Kompi A
4.    Agen Polisi Kelas I Ngamiran, anggota Seksi II Kompi A ( Pengemudi Panser Wagon)
5.    Agen Polisi Sungeb, anggota Seksi II Kompi A
6.    Agen Polisi Oberlin, anggota Seksi II Kompi A
7.    Agen Polisi Timbul, anggota Seksi II Kompi A
8.    Agen Polisi Mustafa, anggota Seksi II Kompi A
9.    Agen Polisi Syafei, anggota Seksi I Kompi A
10.Agen Polisi Mangara, anggota Seksi I Kompi A

Agen Polisi Selamat Kero, staf Komando pertahanan Huraba tertawan musuh dan bersama pasukan Belanda yang mundur dibawa ke Padangsidempuan.

            Di pihak Brigade B (Kompi Tengkorak) gugur 12 orang diantaranya adalah yang bernama Bachtiar, sedang kerugian senjata dari Brigade B adalah 24 pucuk senjata, Mobile Brigade 2 pucuk senjata anti aircraft, 1 Bren Gun, 8 senapan USA (Johnson) dsan 1 pistol Vickers. Kerugian di pihak rakyat 3 buah rumah dibakar oleh tentara Belanda.

            Mayat – mayat para pejuang yang gugur ini diangkut dengan pedati ke Tolang dan dimakamkan di Tolang dengan Upacara Militer.

            Menurut berita dari Kepala Intelijen / Sabotase PIP. I. Maruli Hutabarat di Padang Sidempuan penyerangan tentara Belanda ke Huraba menderita banyak kerugian. Banyak tentara Belanda yang dikirim ke rumah sakit Padang Sidempuan dan beberapa mayat diangkut ke Sibolga.

            Rencana Belanda sesuai dengan pidato Jenderal Spoor sewaktu hendak memulai Agresi Militer Ke – II menyatakan antara lain :
“DALAM WAKTU YANG SINGKAT SELURUH DAERAH REPUBLIK INDONESIA, TERUTAMA PULAU JAWA DAN SUMATERA DAPAT DIKUASAI OLEH TENTARA KERAJAAN BELANDA”. Nyatanya, ucapan tersebut hanya isapan jempol belaka, kenyataan membuktikan bahwa “PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA DAN RAKYAT BEBAS BERGERAK BERKAT PERTAHANAN DI HURABA YANG TIDAK DAPAT DITEROBOS OLEH TENTARA BELANDA DARI TAPANULI SELATAN KE ARAH SUMATERA BARAT/BUKIT TINGGI”.

            Semenjak melakukan serangannya ke Huraba tanggal 5 Mei 1949, maka sampai dengan cease fire pada bulan September 1949, tentara Belanda tidak pernah lagi melakukan serangan ke Huraba. Hanya Mayor Kadiran pernah menerima surat dari Komandan tentara Belanda di Padangsidempuan Overste De Vries yang juga ditandatangani Bupati Pangeran Nasution (pegawai Belanda), sebanyak dua kali, surat pertama dibawa oleh anggota Mobile Brigade Ali Mustari dan kedua oleh anggota Mobile Brigade Pipin Siahaan, maksudnya ialah agar menyerah dengan janji akan diberikan kedudukan dan pangkat yang baik, tetapi penyerahan harus bersama seluruh anggota dan apabila disetujui akan ditunjuk tempat dilakukan penyerahan.

            Surat tersebut dibalas oleh Mayor Mas Kadiran yang dibawa oleh seorang pedagang wanita bernama Mariam dan berbunyi :
“UNTUK MENYERAH TIDAK DAPAT, SILAHKAN DATANG KE HURABA, KALAU BENAR – BENAR TUAN HENDAK MENJAJAH, KAMI TERIMA DENGAN KACANG – KACANG KAMI”.

            Kini terbukti sudah bahwa perhitungan Belanda dengan mengadakan serangan ke Huraba, pasukan Republik akan hancur, adalah meleset. Propaganda Belanda yang menyatakan bahwa seluruh daerah Tapanuli Selatan sampai perbatasan Sumatera Barat dapat dikuasai mereka, tidak mempengaruhi semangat pasukan kita. Demikian juga usaha untuk mempengaruhi opini Negara – negara luar tidak berhasil, karena ternyata bahwa Pemerintah Republik Indonesia tetap berdiri dan berjalan di daerah Angkola dan Mandailing, mulai dari Pintu Padang sampai ke Rao dan Natal.

           
Disadur dari buku : LINTASAN SEJARAH KEPOLISIAN RI SEJAK PROKLAMASI -1950