Senin, 13 Agustus 2012

Brimob : Merah Putih Berkibar di Surabaya






MERAH PUTIH BERKIBAR
DI JL. COEN BOULEVARD NO.17 SURABAYA

 K

D
i Surabaya, Surat Kabar SUARA ASIA tanggal 20 Agustus 1945 tanpa mengindahkan berita bantahan yang disiarkan Kempetai dari Jakarta telah memuat secara lengkap berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan lainnya. Berita tersebut disambut rakyat Surabaya dengan tekad untuk mempertahankannya.

      Seorang Agen Polisi bernama Nainggolan di depan markasnya Jl. Coen Boulevard No. 7 (kini Jl. Dr. Sutomo) Surabaya menurunkan bendera Jepang Hinomaru dan menaikkan Sang Merah Putih. Seorang  opsir Jepang yang melihatnya segera mendatangi Nainggolan dan menempelengnya sambil memerintahkan agar menurunkan Sang Merah Putih dan menaikkan kembali Hinomaru. Namun ketika opsir Jepang berlalu, Nainggolan bahkan kini bersama sama kawannya, menurunkan lagi Hinomaru dan menaikkan lagi kembali Sang Merah Putih, kemudian melilitkan kawat berduri pada tiang bendera tersebut.

      Pada malam harinya, Inspektur Polisi Mohammad Yasin (Komandan Syu Keisatsutai) mengadakan pertemuan rahasia dengan seluruh stafnya. Dalam pertemuan diputuskan untuk membongkar gudang senjata pada malam itu juga dan untuk selanjutnya mengucilkan pimpinan polisi yang berbangsa Jepang.

      Untuk mendukung kebulatan tekad rakyat Surabaya mempertahankan Proklamasi, maka pada tanggal 21 Agustus 1945, Inspektur Polisi M. Yasin atas nama seluruh warga Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa sejak saat itu polisi adalah Polisi Republik Indonesia. Pernyataan yang hanya diketik itu disebar luaskan dan ditempel di tempat tempat ramai. Bukti pernyataan adalah sebagai berikut :

Proklamasi

Oentoek bersatoe dengan rakyat dalam perjoengan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia.

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945.
ttd
Moehammad Jasin 
 Inspektoer Poelisi Tk. I

      Sidokan Takata dan Fukuda Sidokan Nishimoto yang menjabat pimpinan Polisi, sejak saat itu dikucilkan. Semua anggota Polisi Istimewa diperintahkan untuk tidak menyerahkan senjatanya kepada siapapun.

      Hari berikutnya, IP. I. M. Yasin menerima lima orang pemuda yang mengatas namakan dirinya sebagai utusan dari Pemuda Dinoyo yang menyatakan dukungannya atas tindakan yang diambil Polisi Istimewa.

      Sikap Polisi Istimewa ternyata merupakan faktor pendorong bagi unsur unsur militan masyarakat terutama para ex. PETA, HEIHO, SEINENDAN, KEIBODAN dan lain lainnya, walaupun pada saat itu, PETA dan HEIHO telah dibubarkan dan dikembalikan ke tempat masing masing, sedang senjatanya digudangkan oleh Jepang.

      Kesaksian dari para pejuang Jawa Timur terhadap kenyataan sejarah ini adalah :

Bung Tomo             : Soal senjata nampaknya agak menggelisahkan karena sebagai anak buah Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang semula menjadi harapan rakyat           banyak, ternyata sudah dikirim pulang oleh Jepang tanpa senjata. Satu satunya kekuatan bersenjata yang masih kokoh adalah Pasukan Istimewa yang dipimpin oleh seorang pemuda Sulawesi Muhammad Yasin.

Dr. Roeslan Abdulgani   : Pasukan Polisi Istimewa lahir lebih dulu dari yang  lain.

Brigjen. TNI/AD Sudarto : Omong kosong jika ada yang mengaku dalam bulan  Agustus 1945 yang  memiliki pasukan bersenjata, yang ada hanya pasukan Polisi Istimewa dan tanpa pasukan ini tidak akan ada Hari Pahlawan 10 Nopember 1945.

Abdul Kadir Besar S.H   : May. Jen. Pol. M. Yasin di tahun 1945 dengan peranan juangnya wajar diberikan kedudukan Singa Pejuang RI.
May. Jen. TNI/ AD Sungkono :
Yasin memproklamirkan Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia tanggal 21 Agustus 1945.

       Mr Van der Wal dalam Brosur resmi departemen van onderwijs en Wetenschapen dari Pemerintah Nederland tentang hubungan antara Netherland Indonesia tahun 1945 1950 menulis : Sejak awal September 1945, Polisi menyatakan diri milik RI. Polisi Istimewa pimpinan M. Yasin tidak lain adalah satu militaire strijdkracht (kekuatan tempur militer).

      Sebagai tanda bahwa mereka adalah polisi RI ialah dengan mengenakan ban putih di lengan sebelah kiri yang bertuliskan huruf P.I berwarna merah, sedang pada tutup kepala digunakan meerah putih yang berbentuk bulat telur.

      Peristiwa lain sebelumnya yaitu yang terjadi pada tanggal 19 Agustus 1945 ialah adanya perintah dari pimpinan polisi Jepang di kantor polisi kota Surabaya, agar semua senjata yang ada pada seksi seksi polisi harus segera dikumpulkan di gudang Hopbiro, sedang peluru pelurunya agar disimpan di gudang bawah tanah Benteng Miring.

      Ketika Jepang sedang mencopoti slagpen senjata senjata otomatis terlihat oleh Agen Polisi Eman. Sebagai anggota bagian persenjataan, Eman mengetahui bahwa tanpa slagpen maka senjata senjata tersebut tidak akan ada gunanya lagi, karena itu ia segera melapor kepada atasannya Komandan Polisi (Kdp) Prawiro.

      Adanya laporan tersebut, Kdp. Prawiro segera bertindak dengan memerintahkan Ap. I. Sukardi agar bersama anak buahnya dengan bersenjata lengkap menutup pintu kantor Hopbiro. Kepada Kdp. Paiman dan Ap. Eman diperintahkan untuk menemui Jepang yang mencopoti slagpen dan memintanya kembali. Semula si Jepang tidak mau menyerahkannya, tetapi setelah diminta dengan nada keras, baru ia bersedia menyerahkannya kembali.
     

disadur dari : Buku Lintasan Perjalanan Kepolisian RI Sejak Proklamasi –1950