POLISI,
MASYARAKAT
DAN
PENEGAKAN
HUKUM
A
S
|
ulit rasanya memisahkan
keeratan hubungan antara masyarakat dengan polisi. Polisi dan masyarakat
bagaikan air dengan ikannya. Tidak ada masyarakat tanpa polisi. Sebaliknya,
keberadaan polisi tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Dimana ada
masyarakat, di situlah terdapat institusi yang namanya polisi ( ubi societas ubi politie ).
Polisi merupakan sebuah
institusi hukum yang cukup tua keberadaannya, setua usia kehidupan
bermasyarakat dalam sejarah manusia. Seperti kita ketahui, polisi ( mulai dalam
bentuknya yang amat sederhana sampai polisi modern ) di manapun di dunia ini
umumnya mempunyai dua peran sekaligus. Pertama,
polisi adalah institusi yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan
ketertiban atau orde masyarakat, agar tercapai suasana kehidupan aman,
tenteram, dan damai ( police as a
maintenance order officer ).
Kedua, polisi adalah institusi yang berperan
dalam penegakan hukum dan norma yang hidup di masyarakat ( police as an enforcement order officer ). Pada pelaksanaan peran
demikian, polisi adalah institusi yang dapat memaksakan berlakunya hukum.
Manakala hukum dilanggar, terutama oleh perilaku menyimpang yang namanya
kejahatan, maka diperlukan peran polisi untuk memulihkan keadaan ( restitutio in integrum ) dan memaksa
agar si pelanggar hukum menanggung akibat dari perbuatannya.
Seperti kita ketahui,
hukum terutama menurut paham positivisme dan legisme – umumnya terangkum dalam
rumusan pasal peraturan undang – undang. Rumusan pasal tersebut hanyalah
ancaman kosong dan beku, yang tiada bermakna tanpa bantuan institusi kekuasaan
yang namanya polisi. Apalah artinya ancaman hukuman dalam peraturan hukum
dikemas dengan sangat berat dan mengerikan bila tidak mendapat bantuan dari
polisi untuk dipaksakan penerapannya.
Sampai – sampai ada
yang memfigurkan polisi sebagai aktualisasi dari hukum itu sendiri. Polisi
adalah hukum yang hidup atau the living
law menurut Eigen Erlich. Untuk mengetahui bagaimana hukum ditegakkan
tidaklah harus dilihat dari institusi hukum seperti kejaksaan atau pengadilan
tetapi dilihat pada perilaku polisi yang merupakan garda terdepan dari proses
penegakan hukum. Bagaimana polisi berperilaku, begitulah hukum bekerja.
Pada pelaksanaan peran
pertama, yaitu sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (
kamtibmas ), polisi melaksanakan tugas mengantisipasi, menjaga dan mengayomi
masyarakat dari perilaku jahat yang diperagakan para penjahat. Polisi, bersama
anggota masyarakat lainnya, menjalankan upaya preventif, yaitu mencegah terjadinya
kejahatan. Polisi bahu – membahu bersama masyarakat melakukan penjagaan
keamanan lingkungan ( Siskamling ).
Polisi harus siap siaga
dan alert terhadap keadaan yang mengancam keselamatan masyarakat. Dalam UU
Kepolisian No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa kepolisian merupakan salah satu
fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia.
Dalam pasal 13 dan 14
UU No.2 Tahun 2002 juga dijelaskan beberapa tugas yang diemban Polri, yaitu,
(1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, (2) menegakkan hukum, (3)
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, (4)
membina dan meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan, serta (5) turut serta dalam
pembinaan hukum nasional.
Rumusan tersebut tidak
jauh berbeda dengan tugas kepolisian sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun
1961 yang menyatakan bahwa polisi bertugas memelihara keselamatan orang, benda
dan masyarakat, termasuk memberi perlindungan dan pertolongan. Polisi juga
bertugas mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit sosial, seperti
gelandangan, premanisme, dan lain – lain. Tidak hanya itu, polisi juga
mengusahakan ketaatan warga masyarakat terhadap peraturan – peraturan negara.
Tugas pengayoman kepada
masyarakat kadangkala juga diaktualisasikan dalam tindakan konkrit yang
sebenarnya sepele, tetapi maknanya dalam bagi anggota masyarakat yang mengerti
arti sebuah nilai pengabdian. Misalnya, polisi harus bersedia menyeberangkan
orangtua atau anak – anak manakala jalanan ramai. Atau polisi harus menjaga
dengan kewaspadaan tinggi di tengah malam pada saat warga masyarakat tidur
lelap. Polisi harus melek pada saat orang lain sedang dibuai mimpi indah atau
buruk.
Namun demikian, pengabdian
dan pengorbanan polisi kepada masyarakatnya tidak selalu mendapat imbalan dan
penghargaan. Jangankan penghargaan, pengakuan saja kadangkala sulit diterima
polisi dari masyarakat atas pengabdiannya. Kesemuanya itu disebabkan oleh “
nila setitik yang merusak susu sekolam “.
Ada banyak polisi yang
gugur di medan tugas dalam upaya melindungi dan mengayomi masyarakatnya.
Sementara masyarakat tidak memberikan pengakuan atas pengorbanan polisi yang
begitu besar tersebut. Nampak bahwa polisi mati dalam bertempur melawan
penjahat dianggap sebagai hal biasa dan lumrah. Ibarat pepatah “ jasa tak berhimpun, dosa tak berampun “.