Jumat, 11 Mei 2012

Polisi, Masyarakat, dan Penegakan Hukum



POLISI, MASYARAKAT
DAN
PENEGAKAN HUKUM
A
S
ulit rasanya memisahkan keeratan hubungan antara masyarakat dengan polisi. Polisi dan masyarakat bagaikan air dengan ikannya. Tidak ada masyarakat tanpa polisi. Sebaliknya, keberadaan polisi tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Dimana ada masyarakat, di situlah terdapat institusi yang namanya polisi ( ubi societas ubi politie ).

Polisi merupakan sebuah institusi hukum yang cukup tua keberadaannya, setua usia kehidupan bermasyarakat dalam sejarah manusia. Seperti kita ketahui, polisi ( mulai dalam bentuknya yang amat sederhana sampai polisi modern ) di manapun di dunia ini umumnya mempunyai dua peran sekaligus. Pertama, polisi adalah institusi yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban atau orde masyarakat, agar tercapai suasana kehidupan aman, tenteram, dan damai ( police as a maintenance order officer ).

Kedua, polisi adalah institusi yang berperan dalam penegakan hukum dan norma yang hidup di masyarakat ( police as an enforcement order officer ). Pada pelaksanaan peran demikian, polisi adalah institusi yang dapat memaksakan berlakunya hukum. Manakala hukum dilanggar, terutama oleh perilaku menyimpang yang namanya kejahatan, maka diperlukan peran polisi untuk memulihkan keadaan ( restitutio in integrum ) dan memaksa agar si pelanggar hukum menanggung akibat dari perbuatannya.

Seperti kita ketahui, hukum terutama menurut paham positivisme dan legisme – umumnya terangkum dalam rumusan pasal peraturan undang – undang. Rumusan pasal tersebut hanyalah ancaman kosong dan beku, yang tiada bermakna tanpa bantuan institusi kekuasaan yang namanya polisi. Apalah artinya ancaman hukuman dalam peraturan hukum dikemas dengan sangat berat dan mengerikan bila tidak mendapat bantuan dari polisi untuk dipaksakan penerapannya.

Sampai – sampai ada yang memfigurkan polisi sebagai aktualisasi dari hukum itu sendiri. Polisi adalah hukum yang hidup atau the living law menurut Eigen Erlich. Untuk mengetahui bagaimana hukum ditegakkan tidaklah harus dilihat dari institusi hukum seperti kejaksaan atau pengadilan tetapi dilihat pada perilaku polisi yang merupakan garda terdepan dari proses penegakan hukum. Bagaimana polisi berperilaku, begitulah hukum bekerja.

Pada pelaksanaan peran pertama, yaitu sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ( kamtibmas ), polisi melaksanakan tugas mengantisipasi, menjaga dan mengayomi masyarakat dari perilaku jahat yang diperagakan para penjahat. Polisi, bersama anggota masyarakat lainnya, menjalankan upaya preventif, yaitu mencegah terjadinya kejahatan. Polisi bahu – membahu bersama masyarakat melakukan penjagaan keamanan lingkungan ( Siskamling ).

Polisi harus siap siaga dan alert terhadap keadaan yang mengancam keselamatan masyarakat. Dalam UU Kepolisian No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam pasal 13 dan 14 UU No.2 Tahun 2002 juga dijelaskan beberapa tugas yang diemban Polri, yaitu, (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, (2) menegakkan hukum, (3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, (4) membina dan meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan, serta (5) turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

Rumusan tersebut tidak jauh berbeda dengan tugas kepolisian sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 1961 yang menyatakan bahwa polisi bertugas memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memberi perlindungan dan pertolongan. Polisi juga bertugas mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit sosial, seperti gelandangan, premanisme, dan lain – lain. Tidak hanya itu, polisi juga mengusahakan ketaatan warga masyarakat terhadap peraturan – peraturan negara.

Tugas pengayoman kepada masyarakat kadangkala juga diaktualisasikan dalam tindakan konkrit yang sebenarnya sepele, tetapi maknanya dalam bagi anggota masyarakat yang mengerti arti sebuah nilai pengabdian. Misalnya, polisi harus bersedia menyeberangkan orangtua atau anak – anak manakala jalanan ramai. Atau polisi harus menjaga dengan kewaspadaan tinggi di tengah malam pada saat warga masyarakat tidur lelap. Polisi harus melek pada saat orang lain sedang dibuai mimpi indah atau buruk.

Namun demikian, pengabdian dan pengorbanan polisi kepada masyarakatnya tidak selalu mendapat imbalan dan penghargaan. Jangankan penghargaan, pengakuan saja kadangkala sulit diterima polisi dari masyarakat atas pengabdiannya. Kesemuanya itu disebabkan oleh “ nila setitik yang merusak susu sekolam “.

Ada banyak polisi yang gugur di medan tugas dalam upaya melindungi dan mengayomi masyarakatnya. Sementara masyarakat tidak memberikan pengakuan atas pengorbanan polisi yang begitu besar tersebut. Nampak bahwa polisi mati dalam bertempur melawan penjahat dianggap sebagai hal biasa dan lumrah. Ibarat pepatah “ jasa tak berhimpun, dosa tak berampun “.