RODA
KOMPAS BRIMOB
Roda Kompas yang menggambarkan ASTA BRATA ( 8 jalan ) sebagai berikut :
Berbentuk roda dengan 8 (delapan) arah
mata angin simetris dan bidang mendatar bertuliskan “BRIMOB” di tengah lingkaran dengan warna kuning emas di tengah
berwarna merah, mempunyai arti sbb :
1. “Merah” melambangkan keberanian dan perhitungan yang
tepat serta dilandasi daya gerak yang tinggi.
2.
“Kuning Emas” melambangkan jiwa ksatria, pembela
kebenaran dan keadilan sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
3.
“Lambang Lingkaran dengan 8 mata anak panah” bermakna
bahwa Korps Brimob merupakan kesatuan yang utuh serta senantiasa siap
dihadapkan kepada setiap tantangan tugas dimanapun berada dengan daya gerak
yang tinggi.
Roda Kompas atau 8 penjuru mata angin (ASTADIKPALAKA) menggambarkan ASTA BRATA
atau 8 (delapan) jalan adalah simbol
alam semesta. Arti harfiahnya “delapan simbol alam”, tetapi sejatinya
menyiratkan keharmonisan sistem alam semesta. Pada hakikatnya kedelapan sifat
tersebut merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta
yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan
terhindar malapetaka. Bila manusia, sebagai ciptaan Tuhan, bisa selaras dengan
alam semesta, maka selaraslah kehidupannya.
Roda Kompas yang menggambarkan ASTA BRATA ( 8 jalan ) sebagai berikut :
1. Surya
atau mentari.
Dia
memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua mahluk tumbuh
dan berkembang. Analogi ini mengharapkan seorang pemimpin untuk mampu
menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara,
dengan memberikan bekal lahir dan bathin untuk dapat berkarya secara maksimal
menurut bidang tugasnya masing-masing.
2.
Candra atau rembulan.
Memancarkan
sinar di kegelapan malam. Cahaya rembulan yang lembut akan mampu menumbuhkan
semangat dan harapan di tengan kegelapan. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan
dorongan atau motivasi untuk membangkitkan semangat rakyatnya, walau dalam
kelamnya duka karena bencana.
3.
Kartika atau bintang.
Memberikan
sinar indah kemilau, jauh di langit, sehingga dapat menjadi petunjuk arah bagi
yang memerlukan. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan untuk
berbuat kebaikan. Tak pernah ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta
tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.
4.
Angkasa atau langit.
Luas tak terbatas, hingga mampu
menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki
keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan
sabar mampu menampung aspirasi atau pendapat rakyatnya yang beraneka
ragam.
5. Bayu
atau angin.
Selalu
ada dimana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang
kosong. Seorang pemimpin hendaknya dekat dengan rakyat, tanpa membedakan
derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya. Mampu
memahami dan menyerap aspirasi rakyat.
6.
Samodra atau lautan.
Betapapun
luasnya samudra, senantiasa mempunyai permukaan yang rata, bersifat sejuk
menyegarkan. Sang pemimpin hendaknya mampu menempatkan semua orang pada derajat
dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh
kasih sayang terhadap rakyatnya.
7. Agni
atau api.
Api
mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancur leburkan segala sesuatu
yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani
menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas, tuntas dan tanpa pandang bulu.
8. Kismo
atau bumi / tanah.
Bumi
mempunyai sifat kuat sekaligus murah hati. Selalu memberi hasil kepada
siapapun yang mau berusaha mengelola dan memeliharanya dengan tekun. Seorang
pemimpin hendaknya berwatak sentosa, teguh dan murah hati, senang beramal dan
senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.
Esensi
Makna Asta Brata
Asta Brata bukan
hanya berlaku bagi para pemimpin saja. Setiap manusia, seyogyanya
mengamalkannya, dalam arti “hidup selaras dengan alam”, dan “menjalankan peran
yang diembannya, sehingga memberi manfaat bagi sesama”.
Seorang pemimpin yang tidak mampu
melaksanakan Asta Brata bagai raja tanpa mahkota. Sebaliknya, rakyat jelata
yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta Brata, berarti ia adalah rakyat
jelata yang bermahkota, dialah manusia yang luhur budi pekertinya.