Satu nilai lebih seorang Satjipto Rahardjo di sepanjang hayatnya adalah konsisten dalam menghadirkan hukum yang memerdekakan dan manusiawi. Hal ini patut diapreasiasi setinggi – tingginya.
Bagi Satjipto, hukum bukanlah suatu skema yang final ( finite scheme ), namun terus bergerak, berubah, mengikuti dinamika kehidupan manusia. Karena itu, hukum harus terus dibedah dan digali melalui upaya – upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran dalam menggapai keadilan.
Manusia selaku aktor penting dan utama di belakang kehidupan hukum tidak hanya dituntut mampu menciptakan dan menjalankan hukum ( making the law ), tetapi juga keberanian mematahkan dan merbohkannya ( breaking the law ) manakala hukum tidak sanggup menghadirkan roh dan substansi keberadaannya, yakni menciptakan keharmonisan, kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat.
Realita yang ada selama ini, hukum dipahami hanya sebatas rumusan Undang – undang, kemudian implementasinya sekadar menerapkan silogisme. Aparat penegak hukum dipaksa bahkan ada yang demi aman sengaja menempatkan dirinya hanya menjadi corong undang – undang tanpa ada ruang dan kemauan untuk bertindak progresif.
Masyarakat pun terpojok. Wajib hukumnya untuk mengindahkan segala ketentuan hukum, sekalipun hukum itu telah merampas kemerdekaannya, menindas hak – hak yang paling asasi.
Hukum telah menjadi “ anak durhaka “ yang membelenggu kemerdekaan, “ ibu sekaligus bidan yang melahirkannya “, yaitu masyarakat. Tanpa tedeng aling –aling guru besar hukum ini menuding hukum sebagai perampas kemerdekaan masyarakat. Hukum yang membawa panji – panji keteraturan justru menimbulkan ketidaktertiban.
Hukum tidak saja bersifat ordegenik ( tatanan / aturan ), tetapi juga kriminogik ( kejahatan ). Produk legislasi yang sudah tentu mempunyai maksud dan tujuan mulia, pada waktu dilaksanakan malah dapat menimbulkan distorsi pada struktur masyarakat yang telah mapan dan terbukti memberi manfaat.
Karena itu, dalam setiap kesempatan, Satjipto selalu mendorong agar pendidikan di fakultas hukum tidak sekadar mengajarkan mahasiswa cara – cara merumuskan hukum, tetapi juga kemampuan menganalisis dan membedah faktor – faktor kejahatan dalam hukum itu sendiri. Tujuannya tidak lain, yakni agar bisa hadir memerdekakan manusia menggapai keharmonisan, kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat.