Sabtu, 03 Maret 2012

PELAJARAN DARI SAMURAI II


Jepang Awal Abad Tujuh Belas

    M
iyamoto Musashi bangun dari fajar dengan segar sebelum fajar dan menyiapkan dirinya sendiri untuk  pertempuran. Dengan hati – hati ia mengamati pinggiran pedangnya. Pedang samurai itu berbeda dari pedangnya jago pedang Eropa. Pedang Eropa tipis, dirancang untuk menyayat ketimbang memotong.
Jago pedang menggunakannya dengan halus dan mahir. Sebaliknya, pedang samurai tebal dan tajam, terbuat dari baja ketok yang dilipat sehingga terdiri dari antara tiga puluh ribu dan satu juta lapisan. Pedang samurai dirancang untuk menyayat dan memotong dan cukup kuat untuk membelah tumpukan koin tembaga tanpa merusak mata pedang atau memotong laras senjata mesin modern. Baju baja kulit tebal bisa merusak mata pedang Eropa, tapi mata pedang samurai memotong baju baja dan tulang, memutuskan lengan sekali ayun. Duel tipikal antara jago pedang Eropa memakan waktu beberapa menit. Duel antara samurai bisa dihitung dalam detik, karena kesalahan pertama adalah yang terakhir.
                Musashi mencabut pedangnya dan memandang refleksinya pada mata pedang yang sangat tajam itu. Ia tahu bahwa musuh menganggapnya tak terkalahkan, dan opini mereka bukan tanpa alasan. Pernah master samurai menantang Musashi untuk duel, dan dalam perjalanan ke pulau di mana mereka akan berhadapan, Musashi telah mengukir pedang kayu dari dayung. Ketika sampan itu sampai di pantai. Musashi berlari buru – buru menuju musuhnya dengan teriakan yang menakutkan, pedang kayu di tangan. Dalam sebuah momen hal ini berakhir, dan sang master dengan pedang bajanya bertekuk lutut di kaki Musashi dengan pedang kayunya.
                Musashi senyum bila teringat. Rumor tidak terkalahkan itu tentu saja tidak benar, bahkan untuk jagoan nomor satu bisa dikalahkan dengan keyakinan yang berlebihan atau penolakan latihan. Namun, ia berhasil dari masa ke masa dengan mendeteksi kelemahan pada musuhnya sementara mengkamuflasekan kelemahan sendiri. Ia sering menantang muridnya dengan pertanyaan ini : “ Bagaimana menjaga agar tidak memperlihatkan titik kelemahan Anda ? “ Ia sendiri menjawabnya dengan menjelaskan, “ Dengan tidak membicarakannya, sedikit memberitahu informasi yang bisa digunakan melawan Anda. Anda pelajari semua tentang musuh dan sampaikan apa yang hanya terkuat tentang diri Anda sendiri. “
                Ia tahu semua tentang musuhnya, tapi, sama pentingnya, ia tahu semua tentang dirinya sendiri. Ia siap. Ia berjalan ke hutan kayu dekat dataran dimana pertempuran akan berlangsung. Di balik dataran itu adalah sawah dan di luar itu hutan – hutan kayu yang lebat. Ia berdiri di bayangan dan menyaksikan musuhnya, dengan resah menunggu, menguasai lapangan itu. Ia membiarkan mereka menunggu. Menit – menit berlalu sepelam jam, dan akhirnya, saat yang ditentukan munculdan berlalu. Salah satu samurai di lapangan itu tertawa dan memberitahu teman – temannya bahwa rupanya si Musashi yang hebat itu telah berpikir dalam – dalam untuk menyerang lima puluh samurai merangkak saja di tengah malam. Ketawa terbahak – terbahak, mengeluarkan tipe yang muncul  setelah bahaya berlalu. Ketika ketawa itu masih di bibir mereka, Musashi mencabut kedua pedang, mengeluarkan teriakan keras dan menyerang lawannya. Samurai terdekat menyerobot pedang panjangnya dan keluar untuk menghadapinya. Musashi menatap matanya, tahu bahwa mata itu adalah jendela semangat dan pikiran. Meskipun samurai  lawan berteriak mengancam dan menyerang dengan tanpa rasa takut, Musashi bisa menyaksikan mata itu memperlihatkan rasa takut. Mata itu menyipit sedikit sebelum orang itu siap menyerang, dan pada saat itu Musashi dalam waktu kurang dari 2 detik, ia menghadapi orang yang di kiri dan kanannya. Ia tidak terganggu dengan orang – orang yang di belakang, karena Musashi sedang bergerak ke depan menuju pemimpin mereka, Yoshioka Hanshiciro. Ia tahu bahwa begitu ia membunuh gembalanya, domba – domba itu cerai berai.
                Begitu ia bertempur, setiap keputusan yang dibuat Musashi adalah hidup – matinya, namun ia tidak mengalami hari itu apa – apa hari itu yang tidak ia temui seribu kali dalam praktek. Meskipun sejumlah besar dipersiapkan melawannya, masih hanya tiga, atau paling banyak empat, bisa mengenainya. Setiap saat ia merobohkan musuh, yang lainnya menggantikan tempatnya, tapi penggantian itu sedikit lebih takut, sedikit lebih gelisah dan sedikit kurang mungkin untuk mengungguli daripada pendahulunya.
                Dalam waktu kurang dari dua menit Musashi dan Hanshiciro berhadapan muka. Hanshiciro menusukkan pedangnya, Musashi menangkis dan menebas kepala lawannya, membunuh musuh ang lain dengan tusukan mata pedang yang sama. Musashi mundur ke sawah, sambil membunuh tiga samurai yang dengan bodohnya menyusulnya. Ia berdiri di sana sesaat, tapi tak seorangpun mendekati Musashi Jagoan Tak Terkalahkan. Ia tertawa dan menghilang ke dalam hutan.
                Musashi puas bahwa ia telah bertindak dengan penghargaan. Sekali lagi ia telah membuktikan bahwa satu orang yang betul – betul tahu jurus samurai lebih bernilai daripada seratus orang yang hanya belajar jurus itu. Ia telah bertindak dengan baik dengan selalu menjaga alat dan taehnik keahliannya dengan perbaikan yang baik, dengan perencanaan sebelumnya, dengan menjaga kenyakinan yang tetap yang berdasarkan kenyataan, dengan tetap tenang di bawah tekanan, dan dengan melakukannya sebaik mungkin.
                Ia membuat secangkir, dan meneguknya, ia merenungkan indahnya seekor burung ketika terbang di antara phon – pohon, berpikir apakah ia harus menulis puisi haiku mengenai burung itu. Sekali lagi Musashi telah menyelesaikan semuai itu yang ia janjikan.