Sabtu, 10 Maret 2012

POLMAS : Kemitraan & Partisipasi Polisi dengan Masyarakat




S
ecara resmi lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas tersebut. Lebih jauh, polisi juga tidak mungkin akan mencapai tahap ideal pemenuhan sarana dsan prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal yang sangat diharapkan oleh polisi.
          Namun tentunya, keberhasilan dari keterlibatan atau peran serta warga masyarakat dalam setiap usaha atau kegiatan pencegahan kejahatan ini bukanlah muncul begitu saja. Tentunya, terdapat berbagai kondisi yang berperan dalam mewujudkan keberhasilan peran serta warga masyarakat tersebut. Beberapa hal yang diduga sangat berperan bagi terwujudnya peran serta warga masyarakat yang diharapkan, antara lain : 1 ) pola – pola pemikiran tentang strategi pencegahan kejahatan, pengertian serta konsep penerapannya, 2 ) peranan  pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan kejahatan, 3 ) strategi pendekatan ke arah terwujudnya partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengurangan kejahatan serta penyimpangan – penyimpangan sosial lainnya.
          Hubungan Polmas dengan pencegahan kejahatan ( crime prevention ) adalah Polmas sejalan dengan nilai – nilai yang terkandung dalam konsep sistem keamanan swakarsa ( Siskam Swakarsa ) – sistem keamanan Indonesia yang muncul dari inisiatif warga. Polmas lebih terarah pada pembangunan masyarakat dan pemecahan masalah. Perwujudan konsep Polmas pada tataran lokal memungkingkan masyarakat setempat untuk memelihara dan mengembangkan sendiri pengelolaan keamanan dan ketertiban. Tentu saja, hal ini tetap didasarkan atas norma – norma sosial dan / atau kesepakatan – kesepakatan lokal dengan mengindahkan peraturan – peraturan hukum yang bersifat nasional, serta menjunjung tinggi prinsip – prinsip hak asasi manusia ( HAM ) dan kebebasan individu dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.
          Dalam perkembangannya, pengamanan masyarakat yang pada awalnya terkesan sebagai suatu usaha pemberian perlindungan dari pemerintah kepada masyarakatnya terhadap kemungkinan gangguan kejahatan, sehingga masyarakat itu sendiri terkesan pasif, berkembang pada keiikutsertaan masyarakat secara aktif dalam mempertahankan diri dari kemungkinan gangguan kejahatan. Polmas mempunyai 2 ( dua ) tujuan pokok, yakni :
1)            Mengeliminasi faktor – faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat.
2)           Menggerakkan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan.
Dalam pengertian tersebut, maka pengamanan masyarakat bukan saja sebatas usaha untuk mengurangi kejahatan dan memberi perlindungan dari ancaman kejahatan, tetapi mencakup pula proses dari suatu usaha untuk menganalisis, mengenal dan memahami ancaman kejahatan tersebut. Selain itu, juga merupakan perwujudan dan gerakan yang melibatkan segala aspek kehidupan masyarakat.
Pendekatan Polmas senada dan sejalan dengan konsep pencegahan kejahatan. Seperti kita ketahui, pencegahan kejahatan merupakan usaha yang terkoordinir yang bertujuan untuk mencegah agar tingkah laku kriminal tidak benar – benar muncul, atau merupakan usaha untuk menekan tingkat kejahatan sampai pada tingkat minimal ( yang masih dapat ditolerir masyarakat ), sehingga masyarakat tahan terhadap kejahatan yang berakibat positif kepada tercipta dan terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat ( kamtibmas ).
Perpolisian “ model sipil “ atau “ perpolisian masyarakat “ akan berorientasi pada pencegahan kejahatan dan mengutamakan kemitraan dengan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam mengontrol, memberikan masukan, serta memberi dukungan kepada polisi, menandakan adanya hubungan baik dan komunikasi secara teratur dan terus – menerus dengan masyarakat. Ini artinya polisi harus bersifat terbuka agar dapat melibatkan masyarakat.
Membangun dan membina rasa saling percaya adalah tujuan utama dalam membina kemitraan dengan masyarakat. Sebagai langkah awal, tentu saja kedua belah pihak harus mempunyai keinginan bersama. Polisi harus mengakui pentingnya makna kemitraan dan kerja sama dengan masyarakat serta keuntungan yang bisa diraih dari kerja sama dengan masyarakat serta keuntungan yang bisa diraih dari kerja sama tersebut. Sementara itu, masyarakat juga harus mengakui perlunya menciptakan kemitraan yang kuat dengan kepolisian untuk menciptakan wilayah yang aman, tertib, serta bebas dari rasa takut.
Apa elaborasi dari aspek kesetaraan dan kemitraan polisi dan masyarakat? Pertama-tama, polisi tidak boleh sok tahu dan sok pintar dalam rangka mengamankan suatu masyarakat. Sebaliknya, polisi harus banyak-banyak berkonsultasi dalam hal apa, dengan kadar toleransi bagaimana serta dengan apa masyarakat hendak diamankan.
Pengertian polisi profesional umumnya diasosiasikan dengan kapasitas menerapkan hukum dan menggunakan kewenangan kepolisian secara benar. Hampir tak terbayangkan bahwa, ke depan, pengertian polisi profesional juga termasuk kemauan dan kemampuan mendengar kemauan masyarakat dilanjutkan dengan penyerapan kemauan masyarakat tadi kedalam kebijakan kepolisian setempat.
Program Polmas harus disosialisasikan kepada seluruh anggota Polri dan juga kepada seluruh anggota masyarakat. Untuk menyeragamkan persepsi itu, maka dikeluarkanlah kebijakan Kapolri melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol.:Skep / 737 / X / 2005 tanggal 13 Oktober 2005, yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Kapolri No. 7 / 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Polmas dalam Penyelenggaran tugas Polri. Dengan dikeluarkannya Perkap tersebut, maka Program Polmas secara resmi dijadikan kebijakan yang harus diterapkan oleh setiap anggota Polri di seluruh wilayah Indonesia.
Berbagai kelompok masyarakat di dunia telah membuktikan keberhasilan metode pendekatan pemecahan masalah  ( problem solving ). Melalui pendekatan ini, polisi dan masyarakat merasakan manfaat berkaitan dengan penurunan berbagai masalah kejahatan, seperti perampokan, pencurian, prostitusi, perdagangan narkoba, juga grafiti. Pemecahan masalah adalah satu dari dua kunci Polmas. Tanpa pemecahan masalah, Polmas tak lebih dari sekadar hubungan masyarakat. Fokus yang substansial pada kejahatan, ketidaktentraman, dan ketidaktertiban merupakan suatu hal yang penting dalam konsep Polmas.
Masalah harus dianalisa dengan baik, kuantitatif maupun kualitatif agar solusi yang dicapai tepat mengenai masalah tersebut. Proses menganalisa harus dilakukan dengan menggali informasi dari berbagai sumber, antara lain dari orang yang mengalami dampak langsung, kepolisian ( meliputi data riwayat kejahatan, laporan / pengaduan, survei, catatan telepon ), instansi pemerintah lainnya ( mencakup peraturan, penerapan hukum percobaan, pembebasan bersyarat, rencana tata kota ), rukun tetangga ( RT ). Berbagai peraturan daerah, juga peraturan dan hukum lingkungan, termasuk pula sumber informasi yang berguna dalam analisis persoalan.
Alternatif solusi dapat diperoleh dari khasanah hukum pidana. Namun, kemungkinan solusi lain juga harus dipelajari dengan lebih mendalam. Dengan demikian, alternatif solusi yang akan diterapkan sesuai dengan permasalahan. Sering kali kita membutuhkan solusi kreatif untuk menangani permasalahan yang kompleks. Pendekatan yang konvensional mungkin kurang tepat untuk sebuah masalah dan dibutuhkan sedikit modifikasi di lapangan. Pada kondisi ini, diperlukan adanya usaha evaluasi untuk mengetahui sejauh mana sebuah solusi efektif. Seperti kita ketahui, usaha pemecahan masalah tidak akan sempurna tanpa evaluasi akhir. Upaya-upaya alternatif dan kreatif dalam Penyelesaian Masalah (Problem Solving) guna mencegah konflik dan terpenuhinya rasa keadilan. Dengan demikian, kepolisian selalu berkembang dan menerapkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan zaman yang juga selalu berubah.